Upah Minimum Naik, Upah Buruh Belum Tentu

JAKARTA — Upah minimum naik, tapi itu bukan berarti kesejahteraan buruh dan pekerja otomatis akan membaik.

Keputusan Presiden Prabowo menetapkan kenaikan upah minimum 6,5 persen akan diikuti dengan keputusan masing-masing pemerintah daerah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Masalahannya, tak semua pengusaha mematuhi ketetapan upah minimum. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat 17 provinsi yang pada tahun ini, rata-rata upah pekerjanya berada di bawah UMP yang ditetapkan.

Di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, misalnya. Pada Agustus 2024, pekerja di wilayah ini rata-rata hanya menerima upah Rp2,625 juta per bulan. Ini hanya 76 persen dari upah minimum yang ditetapkan, yakni Rp3,461 juta per bulan.

Contoh lain, pekerja di Sumatera Selatan dan Sulawesi Barat rata-rata hanya menerima masing-masing 83 persen dan 84 persen dari upah minimum. Begitu juga Gorontalo (86 persen) dan Sulawesi Selatan (87 persen).

Mengapa upah buruh masih berada di bawah upah minimum? Ada beberapa kemungkinan.

Pertama, sebagian tenaga kerja Indonesia mencari nafkah pada usaha mikro dan kecil. Di Aceh misalnya, menurut data BPS terdapat 110.526 unit usaha dalam skala mikro dan kecil pada 2023.

Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Pasal 90B ayat 1, ketentuan upah minimum tak berlaku bagi usaha mikro dan kecil, yaitu usaha dengan rentang penjualan hingga Rp15 miliar setahun.

Upah pekerja dalam skala usaha ini ditetapkan dari hasil kesepakatan antara pengusaha dengan para pekerja.

Selain itu, usaha informal seperti pertanian, perdagangan eceran, bengkel, warung makan, dan industri rumahan juga tak selalu menerapkan aturan UMP. Padahal jumlah pekerja di sektor informal terbilang besar.

Hingga Agustus 2024, data BPS menunjukkan, terdapat 83,8 juta orang  atau 58 persen dari total pekerja yang mencari nafkah di sektor informal,

Kemungkinan lain: kurangnya pengawasan pemerintah sehingga banyak pelanggaran upah yang berlalu tanpa sanksi.

Padahal, menurut Pasal 185 ayat 1 UU Ciptaker, pengusaha yang membayar upah pekerja di bawah UMP terancam sanksi pidana 1-4 tahun penjara dan atau denda Rp100 juta hingga maksimal Rp400 juta.

Ada juga yang disebabkan perjanjian bawah tangan antara pekerja dan pemberi kerja. Biasanya ini terjadi lantaran pekerja takut kehilangan pekerjaan atau sulit mencari pekerjaan lain.

 

Balapan Upah Buruh Melawan Inflasi

Artikel sebelumnya

Negeri Pecinta Horor

Artikel selanjutnya

Baca Juga