JAKARTA–Memasuki usia setahun, perdagangan pada bursa karbon Indonesia masih seret. Jumlah peserta maupun volume transaksi belum banyak beranjak.
Selama Januari-November 2024, volume perdagangan karbon tercatat hanya 412.000 ton C02e (karbon equivalent) dengan nilai transaksi Rp19,6miliar.
Catatan ini masih di bawah capaian tiga bulan pertama sejak bursa karbon Indonesia (IDXCarbon) diluncurkan pada September 2023. Kala itu, volume perdagangan mencapai 494.000 ton dengan nilai transaksi Rp30,91 miliar.
Tahun ini, harga emisi karbon pada IDXCarbon rata-rata hanya US$ 3-4 per ton, jauh lebih rendah ketimbang harga karbon rata-rata tertimbang global pada 2023 sekitar US$23 per ton CO2e. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan harga global rata-rata setidaknya US$170 per ton pada 2030.
Selain harga dan volume transaksi, peserta terdaftar juga bergerak sangat lamban.
Selama tiga bulan transaksi pada 2023, jumlah peserta terdaftar telah mencapai 46. Tahun ini, hingga bulan November, tambahannya hanya 48 peserta terdaftar, sehingga totalnya menjadi 94 peserta.
Mengenal perdagangan karbon
Perdagangan karbon merupakan salah satu ikhtiar untuk mengurangi emisi karbon. Melalui bursa karbon, para pihak dapat berdagang (jual/beli) kelebihan dan kekurangan emisi karbon.
Perusahaan, lembaga, atau individu yang berhasil mengurangi emisi karbon dapat menjual “kredit-karbon” kepada kelompok yang melampaui batas emisi karbon yang diizinkan.
Pedagang pada bursa karbon (pemilik kredit-karbon) dapat berupa proyek restorasi gambut, rehabilitasi lahan kritis, reboisasi, atau proyek pembangkit listrik tenaga surya, tenaga air, atau tenaga sampah – yang dapat mengurangi atau menyerap emisi karbon.
Kredit-karbon yang dapat diperdagangkan harus lolos dari verifikasi dan validasi dari pihak independen.
Sementara itu, pembeli karbon adalah kelompok yang selama ini menghasilkan emisi.
Misalnya, pembangkit listrik batu bara, industri padat energi seperti semen dan baja, serta perusahaan lain yang memiliki komitmen untuk memenuhi target emisi atau mengimbangi emisi karbon yang dilepaskan dalam proses produksi.
Pemerintah menetapkan mekanisme “cap and trade” berupa batasan total emisi polutan yang dapat dilepaskan oleh industri. Pelaku usaha yang melewati batasan tersebut dapat membeli unit karbon dari pemilik kredit atau membayar pajak karbon. Pembelian kredit karbon dapat mengurangi tagihan pajak karbon.
Rendahnya harga karbon dapat menghambat gairah untuk mengurangi emisi karbon. Sebaliknya, harga yang terlalu tinggi juga dapat menjadi beban bagi industri, konsumen, dan perekonomian.
Pemerintah perlu mencari cara untuk menetapkan nilai ekonomi karbon dan tarif pajak karbon yang adil agar terjadi keseimbangan antara komitmen untuk mengurangi emisi karbon dan menumbuhkan perekonomian.