Titik Balik Modal Kerja

JAKARTA – Bagi mayoritas dunia usaha, titik balik pandemi telah dimulai sejak setahun lalu, bahkan ketika tingkat penularan virus korona masih merajalela. Ini tampak dari penyaluran kredit modal kerja (KMK) yang kembali “hidup” sejak Januari 2021.

KMK merupakan pinjaman jangka pendek, guna membiayai operasional usaha sehari-hari. Misalnya, untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan, membayar sewa tempat usaha, atau membayar cicilan utang.

Tak semua jenis usaha memiliki arus kas yang lancar. Kadang kala, penjualannya harus menunggu siklus yang panjang sehingga perlu dukungan pendanaan. KMK diperlukan untuk menutup kebutuhan seperti ini. Lantaran perannya sebagai semacam dana talangan, lazimnya KMK lebih mudah dicairkan –bahkan dalam skala tertentu dapat cair tanpa agunan, meski dengan beban suku bunga lebih tinggi—dibandingkan dengan kredit investasi.

Sejak awal pandemi Maret 2020, seiring dengan lesunya perekonomian, pencairan KMK cenderung melorot. Dari sisi supply, perbankan mulai berhati-hati menghadapi risiko kredit yang terus meningkat. Dari sisi permintaan, gairah nasabah untuk mengajukan kredit (willingness to borrow) juga menurun karena kekhawatiran tak mampu membayar atau tak lolos saringan kelayakan kredit.

Pada Maret 2020, data Bank Indonesia mencatat, posisi (outstanding) KMK mencapai Rp 2.568 triliun, dan terus melorot hingga Rp 2.367 triliun (atau turun 7,8%) pada Januari 2021. Namun, sejak itu, kurva KMK berbalik positif. Kredit modal kerja cenderung terus menanjak hingga mencapai Rp 2.624 triliun pada Maret tahun ini.

Kenaikan KMK menjadi salah satu pertanda bahwa dunia usaha di Indonesia kembali menyala. Beberapa sektor yang menjadi favorit kucuran KMK antara lain perdagangan, pertanian dan perikanan, industri pengolahan, dan konstruksi.

Yang Jumbo Menanjak, yang Mikro Menyusut

Artikel sebelumnya

Ketika Modal Asing Pulang Kampung

Artikel selanjutnya

Baca Juga