Suku Bunga AS Terus Melaju

JAKARTA — Sebagai Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen memang kerap harus berdiplomasi untuk menjelaskan kondisi perekonomian negaranya. Kalau perlu, tetap menunjukkan sikap optimistis kepada publik. Itulah yang dia lakukan saat wawancara dengan ABC, stasiun televisi AS, minggu ketiga bulan ini.

Pernyataannya itu seolah ingin menepis beragam pendapat ekonom global bahwa AS akan mengalami resesi, setidaknya pada tahun depan. Jajak pendapatan media terkemuka The Economist bersama YouGov mengungkap bahwa 56% responden percaya negara tersebut sedang menuju resesi. Hanya 22% yang tidak sepakat, namun 22% lainnya merasa belum yakin.

Secara umum, negara yang disebut mengalami resesi adalah saat kinerja ekonominya secara tahunan atau year on year (yoy) terkontraksi alias tumbuh minus dalam dua kuartal berturut-turut. Indonesia mengalaminya pada 2020 dan sekarang dalam proses pemulihan seperti juga terjadi di banyak negara.

“Saya tidak berpikir bahwa resesi di AS akan terjadi,” ujar Yellen. Dalilnya, belanja konsumen masih kuat dan investasi juga tetap bergairah. Namun dia tidak membantah bahwa inflasi yang tinggi di AS sangat menyulitkan.

Untuk meredam inflasi yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir, The Federal Reserve (The Fed) – bank sentral AS – menggenjot jurus kebijakan pengetatan moneter. Suku bunga acuan terus terkerek. Terakhir, pada 15 Juni, naik lagi 75 basis poin. Terbesar sejak 1994.

Tentu kenaikan suku bunga ini bukan yang terakhir. Kata Jerome Powell, Gubernur Bank Sentral AS sekaligus Ketua Federal Open Market Committee (FOMC), target yang ingin dicapai dari pengetatan moneter adalah menarik turun inflasi hingga di angka 2%. Hingga Mei 2022, posisinya masih 8,6%.

Sampai akhir tahun, suku bunga The Fed diperkirakan terus naik hingga mencapai 3,25-3,5%. Saat ini saja, sudah empat kali suku bunga acuan AS dikoreksi.

Pengetatan moneter oleh The Fed ini berpeluang menurunkan tensi gairah perekonomian di AS, karena akan memicu kenaikan suku bunga pinjaman. Kondisi tersebut, pada akhirnya menekan kinerja pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kinerja perekonomian negara tersebut.

Bahkan kini, Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi proyeksinya terhadap perekonomian AS. Jika pada April diperkirakan bakal tumbuh 3,7% pada akhir 2022, kini didiskon menjadi 2,9% saja.

Download Versi PDF

Efek Domino Resesi Amerika

Artikel sebelumnya

Simsalabim, Rindu Batu Bara

Artikel selanjutnya

Baca Juga