Prabowo: 2040 Stop Pembangkit Fosil

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto berjanji untuk menutup semua pembangkit listrik batu bara, minyak bumi, dan gas, serta menggantinya dengan pembangkit energi terbarukan.

Pergantian ini, kata Presiden, ditargetkan rampung dalam 15 tahun ke depan.

Transisi energi yang dijanjikan Presiden pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil ini jauh lebih cepat dari rencana jangka panjang yang telah digariskan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Menurut road map yang dirancang PLN, pada 2040 energi baru terbarukan (biasa disebut EBT) seperti air, panas bumi, surya, biomassa, dan angin, baru akan mengisi 75 persen dari produksi listrik nasional.

Saat ini, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia masih digerakkan oleh tenaga fosil. Hingga tahun lalu, produksi listrik EBT baru mencapai 18,5 persen dari total 350.608 GWh yang dihasilkan.

Namun Prabowo berjanji, pemerintah akan membangun pembangkit EBT dengan kapasitas hingga 75 GW dalam 15 tahun ke depan.

Indonesia berharap dapat mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) sebelum 2050.

Emisi nol bersih merujuk pada kondisi saat jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan aktivitas manusia seimbang dengan jumlah emisi yang dibersihkan dari atmosfer.

Meski produksi listrik EBT berkembang cukup cepat selama enam tahun terakhir, volume produksinya masih amat jauh dibandingkan dengan listrik dari bahan bakar fosil.

Produksi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), misalnya. Selama enam tahun terakhir, produksi PLTS  melonjak hampir tujuh kali lipat hingga mencapai rekor 713 GWh pada 2023.

Namun angka ini tak sampai 0,5 persen dari produksi listrik batu bara di tahun yang sama.

Pada tahun tersebut, pembangkit listrik tenaga air juga hanya sekitar 10 persen dari yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Artinya, butuh pengembangan EBT secara besar-besaran dalam waktu relatif singkat untuk bisa mencapai target yang ingin dicapai Prabowo.

Tenaga nuklir?

Ada satu sumber energi lain yang bisa membantu pemerintah mewujudkan cita-cita besar itu: nuklir.

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) juga diutarakan Prabowo di Brasil. Dia bahkan mengajak pemerintah Brasil untuk bekerja sama membangun PLTN di Indonesia.

Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden RI untuk Energi dan Lingkungan Hidup yang juga adik kandung Prabowo, dalam pidatonya di COP29 Azerbaijan, memaparkan PLTN pertama tersebut akan berkapasitas 5 GW.

Rencana pembangunan PLTN ini telah lama bergulir, tapi maju-mundur karena besarnya penolakan publik, mengingat dampak buruknya bila terjadi kebocoran. Tragedi reaktor nuklir di Chernobyl 1986 dan Fukushima 2011 belum hilang dari ingatan masyarakat.

Selain itu, Indonesia berada di kawasan Ring of Fire, yang rawan gempa, baik tektonik maupun vulkanik. Lokasi reaktor harus dipikirkan matang agar tidak rawan terdampak bencana.

Tahun lalu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menyatakan pemerintah akan memulai pembangunannya di Pulau Gelasa, Bangka Belitung, pada tahun 2030.

Bahan bakar yang akan digunakan pada reaktor nuklir tersebut, menurut BRIN, adalah thorium. Logam radioaktif ini disebut “nuklir hijau” karena tingkat produksi limbah nuklirnya jauh lebih sedikit ketimbang uranium.

 

Tumbangnya Kelas Menengah

Artikel sebelumnya

Kisruh Menjelang Program Susu Gratis

Artikel selanjutnya

Baca Juga