Pilih Makan Siang Gratis atau Bantuan Tunai

JAKARTA — Ungkapan lama “tak ada makan siang yang gratis” barangkali bakal segera usang. Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjanjikan akan membagikan makan siang gratis, jika mereka memenangkan pemilihan presiden 2024 mendatang.

Belum jelas betul, siapa saja yang berhak mendapatkan dan bagaimana bantuan ini akan disebarkan hingga ke pelosok. Awalnya, Prabowo-Gibran mengatakan bantuan ini hanya untuk siswa di sekolah, tapi belakangan targetnya diperluas hingga ke guru-guru dan ibu hamil, untuk mengatasi stunting.

Menurut Prabowo, sasaran bantuan makan siang gratis ini akan mencapai 82,9 juta orang. Jika janji ini ditunaikan, maka Indonesia akan menjadi negara dengan bantuan makan siang gratis terbesar nomor dua di dunia.

Rekor bantuan makan siang gratis terbesar dunia, sejauh ini dipegang oleh India yang membagikannya untuk 90 juta siswa. Dengan jumlah penduduk 1,43 milyar, coverage bantuan makan gratis India mencapai 6% dari total populasi.

Sementara itu, Indonesia –jika benar janji ini ditunaikan—cakupannya bakal mencapai 30% populasi. Sungguh sebuah catatan yang mencengangkan ketika sepertiga populasi penduduk diberi makan siang gratis oleh negara.

Banyak manfaat, untuk negara miskin

Program makan gratis di sekolah, bukanlah gagasan baru. Banyak negara di dunia, mulai dari Amerika Serikat, Inggris, Cina, India, Brasil, Swedia, Finlandia, Selandia Baru, hingga negara-negara Afrika dan Amerika Latin, sudah lama menggelar program serupa.

Menurut catatan World Food Program, hingga akhir 2022, ada sekitar 390 juta siswa yang sudah ikut merasakan program makan di sekolah. Jumlah ini setara dengan separuh populasi anak usia sekolah dasar di seluruh dunia.

Perlu dicatat, tak semua program makan di sekolah ini sepenuhnya gratis alias dibiayai negara. Sebagian di antaranya harus dibayar oleh orang tua atau wali murid.

Di Inggris, misalnya, makan gratis diberikan untuk semua siswa tapi hanya pada tiga tahun pertama sekolah. Setelah tiga tahun itu, makan gratis hanya disediakan untuk sekitar 20% siswa. Sisanya, harus bayar.

Di Cina, makan gratis juga hanya menjangkau sekitar seperempat dari total populasi siswa sekolah. Menurut survei Global Child Nutrition Foundation, di negara-negara miskin, jumlah murid yang bisa menikmati makan di sekolah rata-rata hanya 20% dari total siswa.

Berbagai riset menyimpulkan, program makan gratis di sekolah membawa  banyak manfaat — terutama di negara-negara termiskin dengan tingkat kelaparan yang tinggi dan wabah kurang gizi yang meluas.

Di negara dengan tingkat kelaparan yang tinggi, makan gratis mengurangi malnutrisi dan mendorong anak-anak agar lebih rajin datang ke sekolah.

Siswa yang mendapatkan makan di sekolah ternyata lebih mudah menerima pelajaran. Di Ghana, misalnya, penyediaan makan di sekolah meningkatkan nilai literasi dan numerasi, terutama pada siswa perempuan.

Menurut lembaga riset Center for Global Development, di negara-negara miskin, program makan gratis di sekolah lebih manjur dalam mendongkrak nilai akademik, ketimbang program pelatihan guru atau penerapan metode mengajar yang baru.

Hebatnya lagi, program makan gratis di sekolah juga punya peluang untuk “ditumpangi” dengan program-program kesehatan yang lain. Misalnya, pemberian tambahan mikronutrien, pemeriksaan gigi, atau tes kesehatan mata.

Dari mana duitnya, bagaimana distribusinya

Hambatan utama program makan siang gratis adalah ongkos. Biayanya kolosal. World Food Program memperkirakan penyediaan makan gratis di sekolah pada negara miskin, membutuhkan biaya US$55 tiap siswa per tahun.

Padahal, belanja pemerintah untuk pendidikan di negara-negara tersebut hanya sekitar US$70 bagi tiap murid SD. Artinya, biaya makan gratis akan menghabiskan hampir 80% dari bujet pendidikan.

Capres Prabowo mengaku sudah punya kalkulasi biaya untuk program andalannya ini. Bujetnya diperkirakan mencapai US$30 miliar atau sekitar Rp465 triliun per tahun.

Jumlah itu hanya sedikit di bawah anggaran untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang Rp470 triliun. “Mungkin malah bisa lebih besar,” kata Prabowo dalam sebuah pidato, mempertimbangkan bahwa jumlah penerima bantuan bisa saja membengkak.

Dengan menjalankan program ini, pemerintah musti mencari tambahan bujet yang jumlahnya sama seperti kita membangun satu IKN baru setiap tahun.

Mampukah? Konon, Tim Prabowo sudah siap. Selain dari penerimaaan pajak yang akan digenjot melalui Badan Penerimaan Negara yang bakal dibentuk, Tim Prabowo juga akan melakukan mobilisasi dana kerja sama badan usaha (KBPU), serta dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Bagaimana skemanya, belum jelas betul. Bagaimana dana KPBU swasta yang lumrahnya dipakai untuk proyek komersial yang bisa mencetak laba –seperti pembangunan jalan tol– akan dimobilisasi untuk program bantuan sosial seperti makan gratis.

Hambatan kedua yang tak kalah sulit adalah logistik dan distribusi. Indonesia bukan hanya luas, tapi kondisi prasarananya sangat beragam. Bagaimana memastikan bahwa bantuan ini sampai ke tangan yang berhak, dengan tepat waktu, dan dengan kualitas persis seperti yang telah ditentukan.

Bantuan makan siang gratis, tentu saja, akan didistribusikan secara harian, kecuali jika disediakan dalam bentuk makanan beku (frozen food). Jika frozen, maka harus tersedia kulkas penyimpan di tiap sekolah, plus dapur untuk menghangatkan.

Sebaliknya, kalau makanan cepat saji, akan dibutuhkan organisasi dan manajemen pengadaan serta pengiriman makanan yang kolosal, dan canggih.

Negara daratan seperti Cina saja (dengan tantangan logistik relatif lebih mudah ketimbang Indonesia yang kepulauan), hanya fokus memberikan bantuan makan gratis hanya untuk sekolah yang berada di wilayah termiskin saja. Selain menghemat ongkos, bantuan terbatas ini memudahkan kontrol dan meringankan beban evaluasi.

Di Brasil –negara yang kerap dijadikan contoh kisah sukses program makan gratis– bantuan digelar dengan menggalang kerja sama kolosal antara Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Keuangan. Bantuan diserahkan kepada tiap dinas di daerah, yang kemudian akan bekerja sama dengan kelompok tani lokal dan komite sekolah.

Untuk menjamin menu makan gratis memenuhi kriteria asupan gizi –ini penting untuk mengatasi malnutrisi– pemerintah Brazil membentuk semacam Dewan Monitoring Nutrisi di tingkat nasional, yang punya jaringan  hingga ke daerah.

Dengan upaya habis-habisan seperti itu, Brasil yang telah memulai program ini sejak tahun 1950 (hampir 75 tahun lalu) baru dapat memberikan bantuan untuk sekitar 40 juta siswa, atau sekitar 19% dari total populasi penduduk.

Kemanjuran bantuan tunai

Selain harus tepat sasaran dan tepat waktu sebagaimana bantuan sosial yang lain, program makan gratis menuntut satu kunci keberhasilan lain: tepat menu. Jika tidak, program ini akan menjadi ajang korupsi dan pemborosan besar-besaran.

Sejarah mencatat, bantuan sosial sering menjadi sumber pemborosan kolosal, jika diberikan dengan cara yang salah, dan target yang keliru. Kita pernah kehilangan ratusan triliun rupiah untuk subsidi bahan bakar yang ternyata lebih banyak dinikmati orang kaya, ketimbang orang miskin.

Sebenarnya ada satu bentuk bantuan lain yang sudah teruji manjur dan anti bocor. Itu adalah bantuan tunai. Dengan teknologi digital yang tersedia saat ini, dapat dipastikan bantuan tunai akan diterima oleh sasaran yang tepat. Selain itu, nilainya juga sulit disunat.

Bantuan tunai bisa dikirim langsung ke rekening penerima. Melalui sejumlah pengaman –misalnya, dengan memakai pindai biometrik sidik jari– identitas penerima dapat dipastikan. Distribusi bantuan juga dapat dicatat secara langsung sehingga tak mungkin bisa dipalsukan atau diduplikasi.

Sistem perbankan tanpa cabang (branchless bank) membuat transfer dana tunai dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan menjangkau wilayah-wilayah yang remote sekalipun — sangat cocok dengan karakter Indonesia.

Selain itu, sejarah mencatat, bantuan langsung tunai bersyarat (conditional cash transfer) terbukti menjadi jurus pengentasan kemiskinan yang paling bisa diandalkan di banyak negara, juga di Indonesia.

Salah satu program bantuan sosial dalam bentuk uang tunai yang sudah lama kita terapkan adalah Program Keluarga Harapan (PKH), yang dirancang khusus untuk masyarakat kurang mampu dengan syarat tertentu. Misalnya, punya anggota keluarga yang masih bersekolah, orang lanjut usia, ibu hamil, atau difabel.

 

Datanesia mencoba menelisik keberhasilan PKH (yang dirancang sebagai program empat tahunan) dalam menekan angka kemiskinan pada 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Caranya, dengan membandingkan porsi rumah tangga yang mendapatkan PKH pada 2018, dan mengaitkannya dengan penurunan tingkat kemiskinan selama periode 2018 hingga 2022.

Hasil pengolahan data menunjukkan kecenderungan: makin tinggi porsi penerima PKH (terhadap total rumah tangga), maka semakin cepat angka kemiskinan dapat diturunkan.

Kemanjuran bantuan tunai PKH tampak jelas, misalnya di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Di wilayah itu, terdapat 43% rumah tangga yang mendapatkan PKH pada 2018.

Dengan porsi tersebut, angka kemiskinan di Sumba Tengah turun dari 35% di tahun 2018, menjadi 33% pada 2022 atau turun hampir 7%. Ini lebih dari dua kali penurunan angka kemiskinan di Indonesia yang selama periode itu hanya 2,9%.

Kabupaten Sabu Raijua juga mencatat hal serupa. Di daerah ini, 40% rumah tangga mendapatkan PKH pada 2018, dan tingkat kemiskinan turun 7% selama periode yang sama.

Sebaliknya, wilayah dengan porsi PKH yang kecil, angka kemiskinannya malah cenderung naik. Di Tangerang Selatan, misalnya, hanya 1,2% rumah tangga yang mendapatkan PKH pada 2018. Selama 2018 – 2022, angka kemiskinan di Tangsel justru melonjak 49% dari 1,7% menjadi 2,5%.

Hal serupa juga terjadi di Jakarta Timur: porsi yang menerima PKH hanya 1,6%, dan angka kemiskinan naik 37%.

Perlu dicatat, kenaikan tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan ini terutama didorong oleh bencana pandemi yang menghantam perekonomian terutama di daerah yang bersandar pada sektor pariwisata dan perdagangan.

Namun, elaborasi data bantuan PKH dengan jelas menunjukkan bahwa bantuan tunai yang sulit diselewengkan menjadi alternatif yang lebih hemat biaya, dan terukur, ketimbang bantuan non-tunai seperti makan siang gratis.

Harga Nikel Terus Merosot

Artikel sebelumnya

Efek Sri Mulyani

Artikel selanjutnya

Baca Juga