Ringkasan Eksekutif
- APBN Perubahan yang dikeluarkan melalui Peraturan Presiden pada 27 Juni 2022, menaikkan target penerimaan cukai hasil tembakau, dari Rp193,5 triliun (APBN 2022) menjadi Rp209,9 triliun. Dengan perubahan itu, potensi kontribusi cukai hasil tembakau terhadap total penerimaan negara bisa melonjak jadi 11,4%. Selama ini, porsi cukai hasil tembakau terhadap penerimaan negara selalu di bawah 10%, kecuali pada 2020.
- Rokok termasuk barang yang inelastis seperti beras: kenaikan harganya tak mampu menekan tingginya konsumsi rokok. Kontribusinya terhadap garis kemiskinan sangat besar. Seperti diumumkan oleh BPS minggu lalu, untuk Maret 2022, porsinya 12,2% bagi masyarakat perkotaan dan 11,6% untuk perdesaan. Karena itu, kenaikan harga rokok dengan alasan apa pun akan memengaruhi pergerakan tingkat kemiskinan masyarakat.
- Kabupaten Bogor tercatat sebagai daerah dengan daya serap rokok terbanyak. Total konsumsi rokok di wilayah ini mencapai 459 juta batang per bulan, dengan pengeluaran untuk produk tembakau tersebut sekitar Rp156 miliar atau Rp112.000 per orang. Selain Bogor, sembilan kabupaten lain masuk dalam daftar 10 wilayah yang mengonsumsi rokok terbanyak. Total konsumsi rokok di seluruh wilayah itu 2,5 miliar batang per bulan atau 12,2% dari total konsumsi nasional.
- Secara demografi usia, penduduk dalam kelompok umur produktif, yaitu 36-45 tahun merupakan yang terbanyak mengonsumsi rokok. Persentase perokok mencapai 35,4% atau sekitar 14,4 juta orang. Kelompok usia 26-35 tahun ada di urutan kedua, dengan jumlah perokok sekitar 14,2 juta orang atau 33,8% dari total penduduk di usia tersebut.
- Delapan dari 10 daerah dengan konsumsi rokok per kapita terbanyak ada di Pulau Sumatera. Kabupaten Kepulauan Mentawai misalnya. Warga di daerah administrasi Provinsi Sumatera Barat ini mengonsumsi rata-rata 21 batang atau dua bungkus per hari/orang. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan rata-rata konsumsi nasional per kapita yang 11 batang per hari.