Kemampuan Bayar Utang Kian Lesu

JAKARTA – Dari tiga indikator kondisi utang yang sehat, pada intinya adalah menjaga besaran utang agar kemampuan membayarnya tetap berotot. Indikator kemampuan memenuhi kewajiban tersebut, terutama ditunjukkan melalui kinerja tax ratio dan tax bouyancy. Tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB merupakan indikator kemampuan pemerintah menarik pajak. Sejak 2019, tax ratio Indonesia sudah di bawah 10% dan tahun ini diupayakan kembali tembus dua digit. Namun dalam dua tahun terakhir, yaitu 2021 dan 2022, pemerintah telah menebar pemanis, yaitu kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

Pada tahun ini pemerintah mengantongi Rp61 triliun dari pengungkapan sukarela atas harta yang belum dikenakan pajak itu. Dana tersebut menjadi tambahan untuk kas pemerintah. Namun dengan kemampuan menarik pajak yang cenderung turun, beban belanja dalam anggaran harus ditambal dengan utang.

Melemahnya kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak juga terlihat dari tax bouyancy atau elastisitas tingkat penerimaan pajak terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Idealnya, penambahan penerimaan pajak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi sama tersebut, angka tax bouyancy adalah 1,0. Namun kenyataannya, sejak 2013 justru di bawah itu, kecuali pada 2018 yang sebesar 1,4.

Pada 2021 memang sangat tinggi, yaitu 2,1% dan tahun ini diharapkan mencapai 2,4%. Mungkin ini jadi berkah dari pengampunan pajak, karena pada 2023 target pemerintah justru hanya 0,4%. Rencahnya tax bouyancy ini mengisyaratkan adanya potensi pendapatan yang tak menguap lantaran tidak berhasil dipungut.

Kemampuan Indonesia dalam menghasilkan pendapatan negara dari sektor perpajakan juga lebih rendah dibandingkan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Ambil contoh kasus 2019, seperti dipublikasikan dalam World Development Indicators (WDI) Bank Dunia. Tax ratio Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand paling paling rendah 11,9%, sementara Indonesia hanya mampu di angka 9,8%.

Begitu pun dengan tax bouyancy. Empat negara lain itu minimal ada di posisi 0,5 dari kondisi ideal 1,0. Bahkan Filipina dan Singapura mampu menembus angka ideal, yaitu masing-masing 1,5 dan 2,5.

Persoalannya, di tengah lesunya kemampuan menarik pajak, pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga utang terus melaju. Tak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga proporsi terhadap total belanja. Hal ini mengakibatkan celah fiskal semakin sempit, sehingga dapat mengganggu alokasi anggaran untuk kegiatan yang lebih produktif.

Download Edisi White Paper

3 Indikator Utang yang Sehat

Artikel sebelumnya

10 Wilayah Pertambangan di Indonesia

Artikel selanjutnya

Baca Juga