Industri Semen Makin Babak Belur

JAKARTA — Delapan tahun terakhir ini merupakan masa-masa yang sulit bagi industri semen. Sejak 2014, sejumlah pabrik semen asing –dari Taiwan, Cina, maupun Thailand– ramai-ramai mendirikan pabrik di Indonesia.

Gelombang pendirian pabrik itu membuat kapasitas produksi terpasang pabrik semen melonjak dari 70 juta ton pada 2014 menjadi lebih dari 115 juta ton pada 2021. Padahal, tingkat permintaan domestik, dan ekspor, hanya berkisar pada 72 juta ton.

Akibatnya, pasokan semen luber. Kapasitas produksi jauh melampaui tingkat permintaan. Pabrik-pabrik rebutan pasar. Margin keuntungan melorot, begitu pula harga saham perusahaan semen di pasar modal.

Sejak 2014, tingkat keuntungan perusahaan semen terus melorot, meski pemerintah berupaya mendorong permintaan melalui sejumlah proyek infrastruktur.Penurunan tingkat laba bukan hanya dialami perusahaan negara (BUMN) tapi juga usaha swasta — meski perusahaan swasta cenderung lebih baik. Rasio laba terhadap aset (return on asset – ROA) BUMN PT Semen Indonesia Tbk. anjlok dari 16,2% pada 2014 menjadi hanya 2,6% pada 2021.

Sementara itu, dalam periode yang sama ROA PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk. turun dari 19,1% menjadi 6,7%.

Seiring dengan turunnya tingkat laba, harga saham perusahaan juga ikut melorot. Ini ditunjukkan melalui nilai kapitalisasi pasar yang terus menurun.

Kapitalisasi pasar PT Semen Indonesia Tbk. merosot dari puncak Rp96,1 triliun (pada 2014) menjadi hampir sepertiganya (Rp34,9 triliun) pada Juni 2022. Dalam periode yang sama, kapitalisasi pasar PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk. turun separuhnya dari Rp92 triliun menjadi Rp42,3 triliun.

Belanja Pegawai Sandungan Efisiensi Anggaran

Artikel sebelumnya

Gaji Pegawai Makin Tak Tergapai

Artikel selanjutnya

Baca Juga