Hati-Hati Banjir Barang Cina

JAKARTA — Ancaman membanjirnya barang impor dari Cina kini sudah di depan mata. Ancaman ini dipicu oleh rencana kenaikan tarif impor di Amerika Serikat (AS).

Donald Trump, yang akan dilantik menjadi Presiden AS untuk keduakalinya pada 20 Januari 2025, telah menegaskan akan menaikkan tarif impor dari 10 ke 20 persen segera setelah dilantik.

Bahkan, khusus untuk Cina, Trump mengancam tarif impornya bakal naik menjadi 60 persen.

AS merupakan pasar ekspor terbesar Cina. Pada 2023, mengutip UN Comtrade, nilai ekspor Cina ke AS mencapai US$473,2 miliar (Rp7.581 triliun) atau 14 persen dari total ekspor Cina.

Jika kenaikan tarif ini benar-benar diberlakukan, Cina harus mencari jalan keluar. Salah satu pilihannya: mencari pasar ekspor baru karena konsumsi domestik di Negeri Tirai Bambu itu justru sedang melemah.

Data penjualan ritel tahunan Cina per November hanya naik 3,3 persen, turun dari 4,8 persen bulan sebelumnya. Padahal pemerintahan Xi Jinping telah menggelontorkan berbagai subsidi untuk mendorong konsumsi.

Di saat yang sama, output industri justru naik 5,4 persen, lebih tinggi 0,1 persen dari prediksi para ekonom. Berarti produk yang harus dijual semakin banyak, sedangkan kenaikan konsumsi melemah.

Salah satu pasar potensial yang dapat “menampung” barang Cina adalah Indonesia. Hubungan dagang Indonesia-Cina telah lama terjalin dan sejauh ini neraca perdagangan tampak lebih menguntungkan Cina.

Makan siang gratis?

Selama 10 tahun terakhir, baru sekali Indonesia mencatatkan surplus (ekspor lebih besar dari impor) dalam perdagangan dengan Cina, yaitu pada 2023. Catatan positif itu sulit terulang tahun ini karena hingga akhir Oktober 2024 neraca masih minus US$8,78 miliar.

Indonesia menjadi alternatif pasar yang menarik jika barang Cina terhalang masuk AS, terutama untuk komoditas ekspor yang serupa.

Bila melihat daftar barang yang diekspor Cina ke Indonesia dan AS, ada lima komoditas utama yang serupa:

  1. Mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya,
  2. Mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya,
  3. Plastik dan barang dari plastik,
  4. Kendaraan dan bagiannya, dan
  5. Barang dari besi dan baja.

Jika pasar AS terlalu sulit untuk ditembus, kemungkinan besar Cina akan melirik pasar Indonesia untuk lima komoditas tersebut.

Salah satu yang paling potensial adalah ekspor kendaraan dan suku cadang. Selama lima tahun terakhir, nilai ekspor kendaraan buatan Cina ke Indonesia sudah naik 92 persen dari US$1,07 miliar (2019) menjadi US$2,06 miliar (2023). Mobil listrik buatan Cina, khususnya BYD, Wuling, dan Chery, semakin laris dan meramaikan jalanan di Indonesia.

Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengingatkan soal bahaya banjir produk dari Cina. Serbuan produk Cina yang murah, kata Jokowi, bisa mematikan produsen dalam negeri.

Sejak Juli lalu, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan asosiasi industri mulai menggodok kemungkinan menaikkan bea masuk untuk semua produk impor dari Cina. Tarif cukainya disebut-sebut bisa sampai 200 persen.

Namun, hingga pemerintahan berganti saat ini, rencana kenaikan tarif cukai untuk produk Cina, belum tampak jelas sosoknya.

Ketika Presiden Prabowo melawat ke Beijing November lalu, Xi Jinping berjanji untuk membantu pendanaan program makan siang gratis, yang menjadi andalan Prabowo. Selain itu, Cina juga meneken komitmen investasi senilai US$10 miliar.

Menarik dinanti apa yang diincar Cina dari kesepakatan tersebut. Dalam politik dan bisnis, “tidak ada makan siang gratis.”

 

Blue Zones Indonesia, Malang Teratas

Artikel sebelumnya

Harbolnas: Pola Belanja Masyarakat

Artikel selanjutnya

Baca Juga