Anggaran Prabowo Tergerus Belanja Pegawai dan Utang

JAKARTA – Menjelang dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia pada Minggu (20/10/24), Prabowo Subianto telah memanggil lebih dari 100 orang calon pembantunya untuk mengisi jabatan menteri, wakil menteri, maupun kepala badan setingkat menteri. Calon Presiden ke-8 RI itu mengisyaratkan bahwa jumlah kementerian akan bertambah, dari 34 pada era Joko Widodo menjadi antara 46 hingga 49 kementerian.

Bertambahnya jumlah kementerian berarti bakal berlipat pula pos belanja pegawai kementerian/lembaga (K/L) pada anggaran pemerintahan periode 2024-2029 ini. Jumlah pegawai kementerian bisa dipastikan bertambah sehingga nilai kompensasi (gaji, tunjangan kinerja, maupun fasilitas) yang diberikan kepada pejabat negara, Aparat Sipil Negara (ASN), serta pegawai honorer juga bakal naik.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yang disahkan DPR-RI pada 19 September lalu, belanja pegawai K/L ditetapkan sebesar Rp513 triliun — naik 6% dari Rp484 triliun pada tahun 2024. Perlu dicatat, sepanjang 2015-2019 belanja pegawai mengambil porsi terbesar (24-26%) dari total belanja pemerintah pusat.

Pada anggaran 2025, porsi belanja pegawai sekitar 19% dari total anggaran belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp2.701 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan jatah subsidi (Rp309 triliun), namun lebih rendah dari pembayaran bunga utang (Rp553 triliun).

Celios, sebuah lembaga riset, memaparkan bahwa ada potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan untuk mengakomodasi kebutuhan menteri dan wakil menteri. Perkiraan ini dengan asumsi ada 49 menteri dan 59 wakil menteri.

Galau D. Muhammad, peneliti Celios, menyatakan potensi pembengkakan anggaran tersebut belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor kementerian/lembaga baru.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang kemungkinan besar bertahan sebagai Menteri Keuangan pada kabinet Prabowo, menepis kekhawatiran tersebut. Menurut dia, APBN 2025 telah dirancang untuk mengakomodasi program-program pemerintahan Prabowo, termasuk perubahan susunan kabinet.

Pembayaran bunga utang

Pemerintah Prabowo juga mesti mewaspadai terus meningkatnya pembayaran bunga utang yang mempersempit ruang gerak anggaran. Sejak 2023 hingga tahun depan, pembayaran bunga utang mendapatkan alokasi terbesar dari belanja pemerintah pusat, yakni sekitar 20%. Tentu angka ini belum mencatat pembayaran pokok utang.

Ketika Joko Widodo menang dalam pemilihan presiden tahun 2014, pembayaran bunga utang (Rp133 triliun) masih lebih rendah ketimbang subsidi (Rp392 triliun) dan belanja pegawai (Rp244 triliun). Namun porsi pembayaran bunga utang terus naik setiap tahun, bahkan mulai 2023 menjadi lebih besar dari belanja pegawai dan subsidi. T

Selain itu, sejak tahun 2016, porsi anggaran untuk pembayaran bunga utang juga kembali melonjak lebih tinggi dibandingkan anggaran belanja modal yang fluktuatif namun cenderung menurun. Hingga tahun depan jurang antara pembayaran utang dan belanja modal terus melebar.

Dengan demikian, bisa diartikan bahwa demi membayar bunga utang, pemerintah harus mengorbankan anggaran lain, termasuk belanja modal — anggaran yang disiapkan pemerintah untuk mendapatkan aset tetap atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Padahal belanja modal penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tahun depan ditargetkan mencapai 5,2%, naik dari 5,1% pada tahun 2024 ini. Asal tahu saja, belanja modal ini memberi manfaat lebih dari satu periode anggaran, seperti perolehan tanah, gedung dan bangunan, jembatan, maupun peralatan serta aset tak berwujud.

Menyiasati kondisi fiskal yang ketat ini menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Prabowo-Gibran sejak awal menjabat. Apalagi mereka juga telah menjanjikan program unggulan yang akan memakan biaya besar mulai tahun depan, yaitu “makan siang gratis” untuk anak sekolah.

Sebagai awal, pemerintah telah menganggarkan Rp71 triliun untuk pos makan siang bergizi pada tahun 2025. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa anggaran itu baru gambaran besarnya saja, sedangkan detailnya akan ditentukan oleh pemerintahan baru.

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana memperkirakan jika program tersebut sudah berjalan secara keseluruhan, pemerintah akan butuh Rp1,2 triliun per hari untuk memberi makan 82,9 juta anak usia sekolah di seluruh Indonesia.

Kredit Melamban, Dunia Usaha Tahan Napas

Artikel sebelumnya

Sektor Kesehatan Menunggu Gebrakan Prabowo

Artikel selanjutnya

Baca Juga