JAKARTA — Di tengah hiruk pikuk bonus demografi, komposisi penduduk Indonesia diam-diam mulai menua. Porsi penduduk lanjut usia alias lansia (usia 60 tahun ke atas) terus membengkak.
Tahun 2010, porsi lansia hanya delapan persen dari total populasi. Kemudian, pelan-pelan porsinya membesar menjadi 10 persen pada 2019, dan kemudian 12 persen pada 2023 lalu.
Dibandingkan dengan ageing population di Jepang, Korea Selatan, Singapura atau bahkan Cina, porsi lansia kita belum apa-apa. Di Jepang misalnya sudah melampaui 30 persen, Korsel lebih dari 20 persen, dan Cina di atas 15 persen.
Namun, jika kita bedah lebih rinci, porsi lansia di sejumlah wilayah sudah mulai mendekati, bahkan melampaui Cina.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 menunjukkan porsi lansia di DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, sudah melampaui 15 persen. Secara nasional, jumlah penduduk lansia Indonesia pada 2023 telah mencapai 32,5 juta jiwa atau hampir 12 persen populasi.
Pertumbuhan porsi dan populasi lansia merupakan salah satu petunjuk keberhasilan pembangunan kesehatan dan program keluarga berencana. Kenaikan itu disebabkan karena usia harapan hidup makin meningkat dan tingkat kelahiran yang dapat dikendalikan.
Namun, pertumbuhan porsi lansia membawa sejumlah konsekuensi baru. Kebutuhan kelompok usia ini berbeda dengan usia muda yang produktif, dan sekaligus juga konsumtif.
Jika kaum muda lebih banyak menuntut penciptaan lapangan kerja baru, kaum lansia lebih banyak membutuhkan jaminan kesehatan dan perlindungan sosial. Produktivitas kaum lansia yang terus menurun juga bakal menjadi beban ekonomi dan sosial bagi kelompok muda.
Untunglah, sejumlah pemerintahan provinsi tampaknya mulai bersiap. Dalam lima tahun terakhir pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, baik provinsi maupun kabupaten/kota, mulai menggelar program untuk memastikan tak ada lansia yang hidup telantar di wilayah tersebut.
Pemerintah Kota Yogyakarta, misalnya, memiliki program “Jogja Sapa Lansia”. Program yang melibatkan anak muda ini antara lain dilakukan dengan mengunjungi lansia yang mobilitasnya terbatas.
Pemprov Yogyakarta juga menginisiasi program Bantuan Sosial Jaminan Sosial Lanjut Usia (Bansos JSLU), untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok lansia rentan yang miskin, telantar, dan tidak potensial.
Bentuk bantuan berupa uang tunai Rp300.000 per orang per bulan, khusus untuk lansia miskin, tak punya aset, tak ada pensiun, atau tabungan yang memadai. Bansos JSLU dikecualikan untuk lansia yang telah menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Program serupa juga digerakkan di Jawa Timur. Ada PKH Plus untuk lansia miskin. Nilainya sebesar hingga Rp2,4 juta per orang per tahun.
Selain itu, ada pula Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk membantu menangani lansia telantar.
Yogyakarta dan Jawa Timur merupakan salah satu contoh kesiapan Indonesia memasuki kategori negara dengan populasi menua. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan populasi menua terjadi saat porsi lansia telah melebihi 10 persen dari total populasi.