Akumulasi Bencana Global

JAKARTA – Belum pulih dari dampak pandemi Covid-19, perekonomian global harus menghadapi tekanan baru: inflasi yang tinggi. Para ekonom mengingatkan potensi terjadinya stagflasi dari situasi yang berkembang saat ini. Bahkan bagi banyak negara, terlalu sulit untuk menghindari resesi.

Stagflasi merupakan pukulan telak perekonomian dari dua sisi. Harga-harga terus melambung, tetapi pada saat yang sama, kinerja pertumbuhan ekonomi mengalami kelesuan.

Bagaimana kondisi sekarang bisa terjadi?

Perang Rusia dan Ukraina dengan beragam turunannya, seperti blokade barang dari Rusia, membuat pasokan barang di pasar internasional terganggu. Tingkat permintaan, di tengah pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19, jauh melampaui pasokan yang tersedia. Energi mengalami kelangkaan pasokan, kemudian komoditas pangan menyertai. Harga dua komoditas penting ini pun melambung.

Sejak 28 Februari 2022, harga minyak mentah termasuk jenis West Texas Intermediate (WTI) yang kerap dijadikan acuan, secara konsisten di atas US$100 per barel. Kondisi itu jauh melampaui patokan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang US$63 per barel. Kenaikan anggaran subsidi sulit dihindari.

Dalam artikelnya, Presiden Bank Dunia David Malplass menegaskan, inflasi atau laju kenaikan harga yang tinggi akibat perang ikut mengerek suku bunga: jurus banyak negara untuk meredam inflasi. Bahkan Amerika Serikat sudah menaikkannya hingga empat kali sepanjang tahun ini.

Suku bunga yang tinggi menjadi masalah besar bagi gairah dunia usaha. Biaya memperoleh dana, baik melalui pinjaman dari lembaga keuangan maupun penerbitan surat utang, menjadi lebih mahal. Ongkos ini biasanya dikonversi ke harga atau minimal, sedikit lapang dada untuk menurunkan laba. Ujung-ujungnya perambatan ekonomi.

Perkembangan ini membuat Bank Dunia (World Bank) merevisi perkiraan kinerja ekonomi global serta negara-negara di belahan dunia. Untuk ekonomi dunia, dari awalnya diperkirakan tumbuh 4,1%, akhirnya dikoreksi menjadi 2,9%. Perubahan proyeksi juga dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF).

Bahkan dalam siaran pers Bank Dunia yang dipublikasikan Juni 2022 terkait dengan penerbitan laporannya tentang “Global Economic Prospect”, risiko terjadinya stagflasi terus meningkat. Resesi –ditandai dengan kontraksi perekonomian dua kuartal berturut-turut- mungkin bisa dihindari, kata Presiden Bank Dunia. Tetapi, lanjutnya, pahitnya stagflasi akan terasa bertahun-tahun.

Download Edisi White Paper

Operasi Senyap Bank Indonesia

Artikel sebelumnya

Dunia Usaha: Maju Kena, Mundur Kena

Artikel selanjutnya

Baca Juga