Rentannya Ketahanan Kesehatan Indonesia

JAKARTA – Ketahanan kesehatan menjadi salah satu agenda prioritas KTT ASEAN yang digelar 5-7 September 2023. Ketersediaan obat kesehatan di Indonesia masih rentan. Ketergantungan pada impor masih sangat tinggi.

Salah satu pelajaran penting selama Pandemi COVID-19 adalah tentang perlunya memperkuat ketahanan kesehatan. Ketahanan kesehatan menjadi salah satu agenda prioritas KTT ASEAN yang digelar 5-7 September 2023 di Jakarta.

Indeks Pelayanan Kesehatan menempatkan Indonesia di peringkat ke 39 dengan skor 42,99. Di Asia Tenggara, Indonesia hanya kalah dari Singapura yang ada di peringkat 18. Lebih unggul dari Thailand yang duduk di peringkat 83, Filipina yang bertengger di peringkat 87, Malaysia di peringkat 88, serta Vietnam dan Myanmar di peringkat 89 dan 98.

Indonesia memiliki nilai terendah untuk indikator ketersediaan obat-obatan dan biaya yaitu sebesar 54,02. Sementara nilai infrastruktur dan profesional medis menjadi yang tertinggi yaitu sebesar 64,37, meskipun untuk cakupan Asia Tenggara, nilai ini termasuk yang paling rendah. Sementara itu untuk kesiapan pemerintah, Indonesia memperoleh nilai 55,79.

Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan produk farmasi sejak 1989 hingga 2022. Defisit terdalam terjadi pada 2021, yaitu US$3,8 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$556,2 juta, sementara nilai impor US$4,4 miliar. Pada 2022, defisit neraca perdagangan produk farmasi turun, menjadi US$868 juta, dengan nilai ekspor sebesar US$643,6 juta dan impor US$ 1,5 miliar.

Selama lima tahun terakhir Indonesia paling banyak mengimpor produk farmasi dari Cina, yaitu sebanyak US$ 2,6 miliar atau 29,49% dari total impor produk farmasi. Kemudian Amerika Serikat sebesar US$ 1 miliar atau 11,56%. Keduanya merupakan pemasok produk farmasi terbesar untuk Indonesia. Sementara itu Jerman ada di peringkat ketiga dengan nilai impor ke Indonesia sebesar US$ 580,7 juta atau 6,5%.

Pada 2021, impor Indonesia dari Cina melesat menjadi US$ 2,1 miliar atau 49,34% dari total porsi impor produk farmasi. Jomplang dengan nilai impor Amerika Serikat di peringkat kedua sebesar US$ 490,1 juta (11,24%).

Total nilai impor produk farmasi pada 2021 tumbuh hampir empat kali lipat lebih besar (US$4,3 miliar) dibandingkan tahun sebelumnya (US$1,1 miliar). Tingginya nilai impor produk farmasi pada 2021 tak terlepas dari kebutuhan vaksin untuk mengendalikan Pandemi COVID-19 di Indonesia.

Download Report – Rentannya Ketahanan Kesehatan Indonesia

Gas Alam Dalam Transisi Energi Indonesia

Artikel sebelumnya

Tak Ada Lagi Rezeki Nomplok dari Batu Bara

Artikel selanjutnya

Baca Juga