PR Besar Membangun SDM Berkualitas

Ringkasan Eksekutif

  • Indonesia diperkirakan mengalami bonus demografi, yang mencapai puncaknya pada 2030. Bonus demografi adalah peluang. Tingginya penduduk usia produktif berarti meningkatnya jumlah angkatan kerja. Modal berupa 64% populasi berumur di bawah 30 tahun, yang mencapai puncaknya pada 2030, dapat mendorong produktivitas perekonomian nasional jika dikelola dengan baik.
  • Terserapnya tenaga kerja merupakan faktor penting dalam memanfaatkan bonus demografi. Jika penduduk usia produktif tidak terserap dunia kerja, pengangguran akan membludak yang berpotensi membuat Indonesia justru masuk dalam jebakan bonus demografi. Produktivitas nasional berpotensi menurun, sehingga bisa masuk middle income trap.
  • Ada banyak tantangan yang harus dihadapi dalam mencetak SDM berkualitas di Indonesia. Salah satunya adalah produktivitas tenaga kerja yang disorot dalam laporan World Bank pada 2021, yaitu Human Capital Index (HCI). Skor Indonesia ada di urutan 94 dari 172 negara. Untuk skala regional (ASEAN) Indonesia masih berada di posisi 6 dari 10 negara. Ketertinggalan ini harus dikejar mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN.
  • Posisi IPM Indonesia masih butuh upaya keras untuk ditingkatkan. Indonesia ada di peringkat 114 dari 191 negara dan peringkat 5 dari 10 negara ASEAN.
  • Dari 10 wilayah teratas, SDM berkualitas di Indonesia tersebar di 9 provinsi dari Pulau Sumatera (Aceh), Jawa (Yogyakarta, Jakarta Selatan, Bekasi, Depok, Tangerang Selatan), Bali (Denpasar), Kalimantan (Palangka Raya), hingga Sulawesi (Kendari). Namun untuk daerah-daeran dengan kualitas SDM rendah, terutama terkonsentrasi di kawasan Indonesia timur yang kekurangan infrastruktur dan rendah literasi internetnya.
  • Tingginya jumlah pengangguran terdidik yang tidak terserap dunia kerja juga menjadi tantangan yang harus diatasi. Tingginya angka pengangguran di lulusan pendidikan menengah (SMA) dan tinggi (sarjana perguruan tinggi) menjadi ironi dalam dunia pendidikan. Apalagi, persentase terbesar pengangguran justru ada di lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yaitu 10,4%. Lulusan SMK seharusnya lebih mudah diserap industri karena memiliki keahlian terapan tertentu.
  • Tantangan lainnya adalah menemukan keseimbangan antara serapan tenaga kerja sektoral dengan kue ekonomi yang tersedia. Saat ini, serapan tenaga kerja tertinggi justru ada pada sektor-sektor yang kue ekonominya rendah. Ini menyebabkan banyaknya penduduk yang bekerja namun tidak serta-merta menjamin aspek kesejahteraan.
  • Perlunya penyesuaian kompetensi yang diperoleh dari sekolah dan kebutuhan dunia usaha saat ini. Tidak adanya kesesuaian ini menyebabkan banyak lulusan pendidikan tinggi tidak bekerja sesuai dengan kualifikasi dan tidak sesuai dengan bidang pendidikan yang dipelajari. Ini bisa berdampak pada rendahnya upah dan kesejahteraan.

Download White Paper

Kebijakan Cukai Rokok

Artikel sebelumnya

Minimnya Kontribusi ASEAN di Pasar Amerika

Artikel selanjutnya

Baca Juga