Belanja Pegawai Sandungan Efisiensi Anggaran

Dalam 15 tahun terakhir, tahun 2015 memberikan catatan sejarah bagi belanja pegawai. Pada tahun itulah, kali pertama porsi belanja pegawai mendapatkan porsi terbesar dalam anggaran belanja pemerintah pusat, mengalahkan belanja modal, subsidi, atau belanja lain. Empat tahun “predikat juara” sempat berpindah kantong ke belanja barang barang dan belanja lainnya. Kini, pada 2023, belanja pegawai kembali yang terbesar menyedot anggaran pemerintah pusat.

Seiring menurunnya jumlah PNS dan peningkatan jumlah penduduk, rasio penduduk yang dapat dilayani setiap PNS pun membesar. Pada 2022 misalnya, setiap 69 penduduk setara satu PNS. Sebelumnya, sekitar 68 penduduk. Padahal, pada 2015 misalnya, setiap satu PNS setara dengan melayani sekitar 56 penduduk. Ini menunjukkan ketersediaan PNS yang makin jomplang dibandingkan penduduk yang terus tumbuh. Namun di saat bersamaan, alokasi anggarannya terus melaju.

Porsi belanja pegawai yang paling tinggi tercatat di Provinsi Sumatera Barat. Pada 2022 misalnya, sekitar 46,4% atau Rp9,2 triliun belanja pemerintah provinsi yang mencapai Rp20 triliun digunakan untuk belanja pegawai. Sisanya digunakan untuk belanja modal, barang, subsidi, bantuan sosial, atau lainnya. Padahal, di tahun yang sama, pemerintah pusat mengalokasikan 17,6% untuk belanja pegawai dari total belanja.

Alokasi terkecil ada di Papua Barat. Provinsi tersebut menganggarkan 20,0% atau sekitar Rp3,8 triliun dari total belanjanya untuk jatah pegawai. Total anggaran belanja pemerintah daerah saat itu sekitar Rp18,8 triliun.

Secara nominal, Jawa Timur menjadi provinsi dengan anggaran yang paling banyak. Pada 2022, nilainya mencapai Rp40 triliun. Namun alokasi itu hanya 32,2% dari total anggaran belanja pemerintah daerah yang sekitar Rp125 triliun. Kalimantan Utara tercatat sebagai provinsi dengan jumlah nominal belanja pegawai paling rendah di antara 34 provinsi, yaitu sekitar Rp3 triliun.

Dari hasil kalkulasi Datanesia, Jawa Barat tercatat sebagai provinsi paling irit dalam menggunakan anggaran untuk belanja pegawai. Pada 2022 misalnya, total alokasi belanja pegawainya sekitar Rp39,4 triliun dengan jumlah penduduk 50,7 juta jiwa. Dengan demikian, rata-rata belanja pegawai per penduduk sekitar Rp777 ribu per tahun.

Provinsi-provinsi yang rata-rata belanja pegawai per penduduknya tinggi, termasuk kelompok provinsi yang paling boros. Mungkin tidak efisien. Pada peringkat pertama ada Kalimantan Utara dengan rata-rata belanja pegawai per penduduk pada 2022 sebesar Rp3,7 juta per tahun. Kalimantan Utara juga memiliki jumlah PNS terkecil (20 ribu) dan jumlah penduduk paling sedikit (734 ribu jiwa) di antara 34 provinsi.

Berdasarkan hasil analisis Datanesia dengan data tahun 2022, tidak ada satu pun daerah yang termasuk memiliki kemandirian fiskal tinggi. Skor tertinggi diperoleh DKI Jakarta, yaitu dengan porsi PAD sebesar 72,5% terhadap total penerimaan daerah. Ini menunjukkan kemandirian “Fiskal Sedang”. Hanya DKI Jakarta yang masuk dalam kelompok ini.

Papua Barat menghasilkan PAD sebesar Rp 916 miliar pada 2022, tetapi anggaran belanja pegawainya mencapai Rp3,7 triliun. Sumatera Barat yang anggaran belanja pegawainya Rp9,1 triliun, hanya menghasilkan PAD Rp2,3 triliun. Pada akhirnya, lungsuran dana dari pemerintah pusat yang menopang belanja pegawai di banyak daerah di Indonesia. Beban ini terus ditanggung hingga sekarang.

Rendahnya tingkat kemandirian fiskal di daerah menunjukkan bahwa banyak pemerintah daerah memboroskan anggaran untuk belanja pegawai yang tidak sejalan dengan rencana efisiensi anggaran.

Download White Paper

Membedah Utang Pemerintah

Artikel sebelumnya

Industri Semen Makin Babak Belur

Artikel selanjutnya

Baca Juga