JAKARTA — Kekisruhan itu mereda, setidaknya untuk sementara. Protes peternak yang membuang ratusan ton susu akhirnya bisa ditenangkan setelah pemerintah berjanji akan mewajibkan industri membeli produk peternak lokal, kecuali jika susunya benar-benar rusak.
Perihal kualitas yang dimasalahkan oleh industri, pemerintah berjanji akan membina peternak sapi agar susu yang dihasilkan memenuhi standar yang dibutuhkan industri.
Awal November 2024, peternak sapi perah di Pasuruan dan Boyolali melakukan aksi protes lantaran kecewa susunya tak diserap industri.
Menurut peternak, industri lebih memilih susu skim (susu yang telah diolah) hasil impor ketimbang membeli susu segar lokal.
Sebaliknya industri menyebut mayoritas susu lokal berkualitas rendah, tak sesuai standar industri, sehingga mereka membatasi penggunaan susu segar lokal dan lebih pilih susu skim impor sebagai bahan baku.
Selain soal kualitas, ada juga persoalan harga: susu skim impor lebih murah akibat perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Australia serta Selandia Baru yang menghapus bea masuk produk susu.
Konsumsi susu rendah
Setidaknya selama lima tahun antara 2018 – 2023, produksi susu lokal cenderung stabil di kisaran antara 820.000 hingga 950.000 – tak sampai seperlima dari tingkat konsumsi susu nasional yang pada 2023 mencapai 4,6 juta ton.
Jika dihitung per kapita, tingkat konsumsi susu Indonesia hanya 16 kg/kapita/tahun. Menurut standar Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), konsumsi susu di bawah 30 kg/kapita/tahun termasuk kategori rendah.
Presiden Prabowo menjadikan konsumsi susu gratis bagi pelajar sebagai salah satu program andalan untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan anak sekolah. Jika program ini berjalan lancar, kebutuhan susu nasional berpotensi meningkat hingga menjadi 8,2 juta ton per tahun.
Potensi pasar yang menjanjikan ini tentu bisa menambah semangat para peternak sapi perah lokal. Tugas pemerintah untuk membimbing mereka menggenjot produksi susu berkualitas tinggi.