JAKARTA – Pasokan air minum di Indonesia masih sangat timpang. Daerah miskin dan terpencil kerap kali hanya dapat mengandalkan sumber air alami yang sering kali tak memadai.
Secara nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2023 akses sumber air-minum-layak sudah mencakup 92% rumah tangga, melonjak naik dari hanya 73% pada 2018.
Tingginya cakupan akses ini sangat melegakan. Jarak untuk mencapai target sustainability development goals (SDGs) yakni akses air minum yang merata untuk semua pada 2030, tidak lagi terlalu jauh.
Namun, jika angka cakupan akses ini dirinci dalam wilayah administrasi yang lebih kecil tampak bahwa pasokan air minum di banyak daerah sangat terbatas — bahkan dalam posisi kritis, terutama di wilayah terpencil yang kondisi geografisnya sulit.
Di Kabupaten Lanny Jaya, Papua, misalnya hanya ada satu dari setiap 50 rumah tangga yang punya akses ke sumber air-minum-layak.
Lebih dari 43.000 rumah tangga di Lanny Jaya menggantungkan hidup dari sumber air minum alami.
Peta wilayah prioritas
Akses terhadap air minum merupakan salah satu target utama SDGs lantaran perannya yang vital bagi kesehatan, produktivitas, dan kualitas hidup masyarakat.
Datanesia mencoba memetakan kabupaten/kota yang langka air minum, dan perlu mendapat perhatian serius.
Pemetaan dengan memprioritaskan daerah dengan tiga indikator yang mencemaskan: minim sumber air minum, banyak penduduk, dengan angka kemiskinan yang tinggi.
Langkah pertama, Datanesia menetapkan 50 wilayah dengan akses air minum rendah berdasarkan hasil Susenas 2023, yang kemudian diperas menjadi 25 daerah dengan jumlah penduduknya terbanyak.
Dari 25 kabupaten/kota dengan akses air minum rendah dan banyak penduduk ini dipilih 10 wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi.
Ke-10 daerah itu, empat di antaranya berada di Provinsi Papua, tiga di Sumatera Selatan, dua di Bengkulu, dan satu lainnya di Sulawesi Barat.
Di wilayah darurat air minum ini hidup 2,44 juta penduduk, dengan rata-rata tingkat akses terhadap air minum layak hanya 45% atau tak sampai separuh dari angka cakupan nasional.
Artinya, dari setiap 20 rumah tangga di wilayah ini 11 di antaranya tak punya akses terhadap sumber air minum layak.
Repotnya lagi, tingkat kemiskinan di 10 wilayah ini juga sangat tinggi, rata-rata 23,3% atau dua setengah kali angka kemiskinan nasional.
Bantuan khusus, baik dari pemerintah maupun swasta, pada wilayah darurat air minum ini diharapkan dapat segera membawa Indonesia memenuhi target SDGs sekaligus meningkat kualitas hidup rakyatnya.