Dua komoditas andalan non migas terkena setrum kebijakan larangan ekspor. Kontribusinya bagi perekonomian melorot. Komoditas apa yang potensial dikembangkan?
Ringkasan Eksekutif
- Perekonomian Indonesia kembali ke asal: pertumbuhan tinggi. Seiring dengan pemulihan pasca pandemi yang terus berlanjut, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% (yoy) pada triwulan I-2022, meneruskan tren pertumbuhan tinggi di atas 5% yang dimulai sejak kuartal IV-2021.
- Pertumbuhan yang tinggi tersebut disumbang terutama oleh komponen ekspor barang dan jasa. Meski demikian, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kinerja ekspor barang dan jasa justru menyusut sebesar 3,2%. Hal itu ditengarai lantaran adanya kebijakan larangan ekspor beberapa komoditas nasional.
- Kontribusi beberapa komoditas ekspor nasional tercatat mengalami penurunan selama satu dasawarsa terakhir, antara lain bahan bakar minyak; biji mentah logam mineral pertambangan; serta komoditas karet dan barang turunannya. Sebaliknya, kontribusi komoditas kendaraan darat selain kereta api, dan bagian serta aksesorinya; lemak dan minyak hewani atau nabati; mutiara alam, mutiara budidaya, batu dan logam mulia; serta besi dan baja justru mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke 2020.
- Indonesia dapat menggenjot ekspor komoditaskomoditas yang sedang banyak diimpor oleh dunia saat ini, seperti mesin dan perlengkapan elektrik; mutiara alam, mutiara budidaya, batu dan logam mulia; serta produk farmasi, yang mana Indonesia juga punya potensi yang besar pada komoditas-komoditas tersebut.
- Untuk dapat tetap memacu ekspor nasional dan menopang pertumbuhan, hilirisasi industri mutlak dilakukan. Baik itu untuk komoditas mineral, maupun non-mineral. Peran dunia usaha dan Pemerintah tentunya amat dibutuhkan untuk menjadi kunci keberhasilan hilirisasi industri dalam negeri. Tentu saja, diimbangi dengan ketegasan pemerintah dalam kebijakan larangan ekspor komoditas mentah yang telah dikeluarkan.