JAKARTA – Pandemi membuat penduduk mengalami perubahan gaya hidup. Setidaknya mempercepat yang telah berjalan. Aktivitas tatap muka beralih menjadi aktivitas digital. Sekolah, kerja, bahkan seminar digelar secara daring. Dampaknya nyata. Rasio penduduk yang memiliki telepon seluler (handphone) pada 2020 memang turun, dari 58,0% pada 2019 menjadi 57,5% dari total penduduk. Sementara yang menggunakan internet justru melonjak, dari 43,5% menjadi 49,8%, bahkan hingga 62,7% pada 2022.
Pada 2022, para pengguna internet menempatkan pencarian informasi/berita pada urutan pertama, yaitu mencapai 73,25% selama aktivitas berselancar. Kemudian penggunaan untuk media sosial dan jejaring sosial (72,56%). Ada indikasi media sosial menjadi lapak tempat para pengguna internet mencari informasi.
Dari lima perusahaan ritel elektronik terbesar dari sisi aset hingga Triwulan III-2022, peringkat pertama adalah PT Erajaya Swasembada. Nilai asetnya mencapai Rp16,0 triliun. Selanjutnya Electronic City Rp1,8 triliun. Cukup timpang. Berikutnya: PT Gaya Abadi Sempurna dan Damai Sejahtera Abadi dengan nilai aset masing-masing Rp416 miliar dan Rp411 miliar. Posisi terakhir, PT Omni Inovasi Indonesia (sebelumnya bernama PT Tiphone Mobil Indonesia) yang memiliki aset sebesar Rp145 miliar.
Kinerja perusahaan-perusahaan ritel elektronik terbesar itu sepanjang tahun 2021, terutama dari sisi laba beragam:
- Erajaya Swasembada: laba sekitar Rp1 triliun, dengan penjualan senilai Rp43 triliun.
- Electronic City: laba sekitar Rp9 miliar, dengan penjualan senilai Rp2 triliun.
- Gaya Abadi Sempurna: laba sekitar Rp25 miliar, dengan penjualan senilai Rp448 miliar.
- Damai Sejahtera Abadi: laba sekitar Rp12 miliar, dengan penjualan senilai Rp700 miliar.
- Omni Inovasi Indonesia: rugi sekitar Rp115 miliar, dengan penjualan senilai Rp2 triliun.
Dari lima perusahaan ritel elektronik terbesar di Indonesia, terlihat bahwa dampak pandemi tidak selalu bermakna susutnya kinerja keuangan. Ada pula perusahaan-perusahaan ritel yang mendapat keuntungan dari perubahan gaya hidup dari luring menjadi during selama pandemi. Terutama yang menyediakan perangkat elektronik untuk telekomunikasi juga perangkat elektronik untuk kebutuhan rumah tangga.
Sayangnya tingginya permintaan terhadap produk elektronik ini tak mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Selama 2012-2021, neraca perdagangan dari mesin dan peralatan elektrik tetap defisit. Ini berarti Indonesia masih mengandalkan bahan baku atau bisa jadi produk utuh dari impor.