JAKARTA — Diam-diam, Jawa Tengah menempatkan diri sebagai pemasok beras terbesar Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, dari 2020 – 2022, Jawa Tengah mencatatkan surplus beras rata-rata 3 juta ton per tahun.
Angka surplus ini dihitung dari selisih antara jumlah produksi dan perkiraan konsumsi yang ditaksir berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi beras per kapita.
Surplus beras di satu wilayah dapat digunakan untuk menutup defisit beras di wilayah yang lain.
Dari 34 provinsi di Indonesia, pada 2022, 16 provinsi mencatatkan surplus beras. Sisanya 18 provinsi mengalami defisit.
Tiga provinsi dengan surplus beras terbesar pada 2022 adalah Jawa Tengah (2,9 juta ton), disusul Jawa Timur (2,4 juta ton), dan Sulawesi Selatan (2,2 juta ton).
Jawa Barat yang selama ini dikenal sebagai lumbung beras nasional, tiga tahun terakhir rata-rata hanya surplus 1,3 juta ton.
Sementara itu, tiga provinsi dengan defisit terbesar, masing-masing DKI Jakarta (747.000 ton), Riau (406.000 ton), dan Kepulauan Riau (157.000 ton).
Produksi beras di seluruh wilayah Indonesia cenderung naik turun bergantung pada luas panen. Luas panen ini sangat dipengaruhi oleh luas sawah, kondisi irigasi, dan bencana alam.
Wilayah dengan jaringan irigasi yang baik, serta aman dari bencana alam, sawahnya dapat dipanen hingga dua atau tiga kali setahun, sehingga luas panennya akan lebih besar dari luas sawah.
Saat ini, pengaruh El Nino yang memicu kekeringan tengah melanda sebagian besar negara-negara produsen padi di dunia. Akibatnya, produksi padi cenderung merosot.
Kecenderungan ini memaksa sejumlah negara mengambil langkah-langkah pengamanan. India, misalnya. Untuk menjamin stok di pasar domestik, eksportir beras terbesar dunia itu menyetop ekspor sejak akhir Juli sehingga pasokan beras di pasar dunia semakin seret.