JAKARTA – Konsep bandara hijau tak cukup untuk mempertahankan status “internasional” pada Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur.
Bandara yang diresmikan pada 2010 itu kehilangan status internasional melalui keputusan Menteri Perhubungan pada April 2024.
Menurut Kementerian Perhubungan, pencabutan dilakukan lantaran Blimbingsari hanya beberapa kali melayani penerbangan internasional.
Sejak menyandang status internasional pada 2017, Bandara Blimbingsari hanya melayani 12 penerbangan dari dan ke luar negeri — masing-masing enam penerbangan pada 2018 dan 2019.
Total penumpang yang dibawa penerbangan internasional dari dan ke bandara yang pernah memenangkan penghargaan arsitektur Aga Khan Award ini, tak sampai 1.200 orang.
Sejak 2020, tak ada lagi penerbangan internasional yang keluar-masuk bandara hasil rancangan arsitek Andra Matin ini.
Banyuwangi tak sendiri. 17 bandara lain di Indonesia juga harus kehilangan status internasional.
Sama seperti Banyuwangi, dua bandara lain —H.A.S Hanandjoeddin di Belitung dan Juwata di Tarakan— juga tak didatangi penerbangan internasional sepanjang 2023.
Meski kehilangan status internasional, pengelola Bandara Banyuwangi bertekad untuk mendapatkan izin menyelenggarakan penerbangan haji dan umrah ke Arab Saudi.
Sementara itu, penjabat Bupati Belitung Yuspian menyatakan status internasional pada Bandara H.A.S Hanandjoeddin tak berdampak nyata pada pergerakan jumlah penumpang di bandara tersebut.
Mengenal bandara internasional
Undang-Undang No. 1/2009 tentang Penerbangan menyebut bahwa bandara internasional merupakan pelabuhan udara yang ditetapkan untuk melayani penerbangan dari dan ke luar negeri, selain penerbangan domestik.
Untuk itu, bandara internasional dilengkapi dengan fasilitas bea cukai, imigrasi, dan karantina untuk melayani penumpang dari dan ke luar negeri.
Lazimnya bandara internasional memiliki landasan pacu yang lebih lebar dan panjang untuk menampung pesawat berbadan lebar.
Status bandara internasional ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.