JAKARTA – Inflasi itu pencuri kesejahteraan. Dan yang dicuri bukan hanya kesejahteraan pegawai yang bergaji tetap, melainkan juga para petani.
Turunnya kesejahteraan petani akibat tergerus inflasi tergambar jelas dalam statistik berikut ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat; inflasi tahunan untuk komoditas makanan, minuman, dan produk tembakau pada Juli 2022 mencapai 10,3%.
Sementara itu, pada kurun waktu yang sama, indeks nilai tukar petani (NTP) bagi petani-tanaman-pangan melorot hingga 95,28. Ini merupakan nilai NTP terendah, setidaknya sejak awal 2020.
NTP menunjukkan daya beli petani. Indeks ini diukur dengan membandingkan indeks harga yang diterima petani (dari penjualan hasil panen) dengan indeks harga yang dibayar petani (ongkos produksi plus biaya hidup). Angka indeks di bawah 100 menunjukkan bahwa ongkos (produksi dan biaya hidup) yang ditanggung petani lebih mahal ketimbang hasil panennya.
Konsep NTP dilandasi pemikiran bahwa petani merupakan produsen produk pertanian (termasuk makanan); sekaligus juga konsumen, yang harus belanja untuk kebutuhan hidup, selain mengongkosi biaya produksi. Karena itu, NTP juga menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani.
Sejak awal 2020, indeks harga yang dibayar petani-tanaman-pangan terus meningkat, dari 105,29 pada Januari 2020 hingga menjadi 119,59 pada Juli 2022. Padahal, indeks harga yang diterima justru cenderung menurun, dari 109,53 menjadi 108,66 setelah sempat naik mencapai puncak 110,85 pada Januari 2022. Akibatnya, NTP cenderung terus menyusut.
Penyusutan NTP yang disertai dengan peningkatan inflasi makanan bukan hanya menandakan beratnya beban hidup petani, tapi sekaligus juga menunjukkan bahwa kenaikan harga pangan tidak dinikmati oleh para petani produsen.