JAKARTA – Datanesia mencoba untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di kota perdagangan dengan kota manufaktur, yaitu daerah yang perekonomiannya ditopang oleh industri pengolahan (manufaktur). Perbandingan tersebut mengacu pada provinsi acuannya masing-masing, bukan menimbang kondisi antar daerah.
Untuk tingkat kemiskinan, kondisi di kota-kota pusat perdagangan lebih rendah ketimbang di kantong-kantong manufaktur. Kecuali untuk Cirebon, kota di Jawa Barat ini memiliki tingkat kemiskinan paling tinggi untuk semua kota dalam daftar.
Kota Malang merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan paling rendah di seluruh wilayah Jawa Timur, yaitu 4,6%. Sedangkan untuk kantong manufaktur di Jawa Timur, tingkat kemiskinan terendah ada di Kota Kediri yang sebesar 7,8%.
Terkait dengan pengangguran, secara umum kota-kota pusat perdagangan di Pulau Jawa memiliki tingkat pengangguran terbuka lebih sedikit ketimbang kota-kota dengan predikat kantong manufaktur. Pengecualian terjadi untuk Kabupaten Kudus yang tingkat pengangguran terbukanya sangat rendah, yakni 3,8%.
Minimnya pengangguran di kota itu tidak terlepas dari industri manufaktur yang bertebaran di kota tersebut. Sebut beberapa contoh, industri rokok (PT Djarum), Perusahaan Gula Rendeng dan PT Perkebunan Nusantara.
Karakteristik lainnya, semua penduduk di kota yang menjadi pusat perdagangan lebih suka berbelanja ketimbang warga di kota kantong manufaktur. Indikator belanja non makanannya yang berada di atas provinsi acuan mengisyaratkan bahwa masyarakat di kota-kota perdagangan lebih potensial mengonsumsi barang selain makanan, dibandingkan kota lain di provinsi acuan.
Kondisi ini juga menandakan, secara umum penduduk yang tinggal di daerah sektor perdagangan lebih sejahtera. Mereka mampu menghabiskan pengeluarannya untuk konsumsi barang atau jasa di luar makanan, seperti berwisata maupun membeli peralatan elektronik.
Melalui perbandingan beberapa indikator sosial antara kota perdagangan dengan kota manufaktur, kota yang ekonominya lebih banyak didorong oleh sektor perdagangan relatif lebih baik. Sebaliknya terjadi untuk ukuran ekonomi wilayah, yaitu PDRB.
Dari sisi ekonomi, kondisi ini menandakan masih adanya peluang pengembangan di kota-kota perdagangan. Beberapa sektor potensial yang menopang perdagangan, antara lain transportasi dan jasa keuangan. Begitu juga untuk industri pengolahan, sehingga memiliki nilai tambah lebih besar.
Upaya mendorong investasi untuk industri pengolahan bisa menjadi solusi bagi pemerintah daerah serta peluang untuk dunia usaha. Sementara pemerintah pusat, bisa ikut mendorong melalui pembangunan infrastruktur.