JAKARTA – Kontribusi devisa dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) terus melambung sejak pandemi Covid-19 berakhir. Hingga kuartal kedua (Q2) 2024, data Bank Indonesia menunjukkan remitansi PMI mencapai total US$7,6 miliar (Rp120 triliun), naik 10% dari US$6,9 miliar pada kuartal yang sama tahun lalu.
Sepanjang tahun 2023, remitansi dari para pekerja yang kerap dipandang sebelah mata ini mencapai US$14,2 miliar (Rp223,2 triliun), menjadi sumber cadangan devisa kedua terbesar setelah sektor usaha minyak dan gas bumi. Jumlah tersebut mencapai 10% dari total cadangan devisa Indonesia saat ini (US$149,9 miliar).
“[…] Kesadaran menabung, kesadaran untuk mengirim uang ke keluarganya semakin tinggi. Jadi para PMI tersebut tidak konsumtif dan menghabiskan uang yang di dapatnya di luar negeri, dengan uang yang dikirim ke kampung halaman, membuat perputaran ekonomi di kampung masing-masing jadi bergerak,” kata Benny Rhamdani, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Apa itu remitansi?
Remitansi, menurut definisi Otorita Jasa Keuangan (OJK), adalah layanan pengiriman uang dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya.
Ada dua jenis remitansi, yaitu:
- Pengiriman uang dari Indonesia ke luar negeri disebut remitansi ke luar (outward remittance),
- Pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia disebut remitansi masuk (inward remittance). Remitansi masuk ini yang kemudian dihitung sebagai cadangan devisa negara.
Remitansi terbesar berasal dari PMI di mana?
Pekerja migran di Malaysia adalah penyumbang remitansi terbesar pada Q2 2024. Jumlahnya, menurut data Bank Indonesia, mencapai US$1,17 miliar yang berasal dari sekitar 1,73 juta pekerja. Rata-rata upah Pekerja Migran Indonesia di negeri jiran mencapai Rp10,1 juta per bulan.
Pekerja di Arab Saudi dan Taiwan menyusul di peringkat kedua dan tiga, masing-masing dengan nilai remitansi US$992,3 juta dan US$613,4 juta.
