JAKARTA – Amerika Serikat memang memberikan sinyal menyejukkan kepada negara-negara di kawasan Indo-Pasifik jika menerima kerja sama dalam IPEF. Ada kemitraan yang berorientasi mempromosikan kepentingan ekonomi bersama. Kia-kira, seperti itulah tanda yang ditebar.
Tapi jangan lupa, persaingan AS dengan China terutama dalam dominasi ekonomi dan politik di kawasan tersebut belum berujung. Jangan sampai, IPEF hanya upaya politik AS untuk melawan China ketimbang inisiatif integrasi kebijakan ekonomi seperti dijanjikan.
Karena itu, pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait IPEF. Apalagi, jika melihat hubungan selama ini. IPEF diklaim akan berbeda dari blok perdagangan pada umumnya yang didasarkan pada perjanjian perdagangan bebas. Sehingga belum dapat dipastikan apakah IPEF berpotensi membuka keran perdagangan Indonesia dengan AS yang lebih besar atau tidak.
Jika Indonesia resmi memutuskan bergabung dengan IPEF setelah diluncurkan kelak, fokus pada aktivitas perdagangan menjadi sangat penting. Terutama, ekspor komoditas yang nanti akan berkaitan erat dengan empat pilar kerja yang terkandung dalam IPEF.
Mengacu pada data kebutuhan AS terhadap barang impor, Indonesia dapat mendorong peningkatan ekspor komoditas reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanik (HS84). Kebutuhan impor AS untuk komoditas tersebut mencapai US$1,8 triliun, setara dengan 14,6% dari total impornya selama periode 2016-2020. Itulah komoditas impor terbesar negara tersebut.
Indonesia memiliki potensi yang mumpuni di komoditas tersebut. Pada periode yang sama, Indonesia mampu mengekspor barang kebutuhan AS itu senilai US$27,9 miliar, 3,4% dari total ekspor Indonesia ke dunia. Komoditas tersebut sejalan dengan pilar kerja infrastruktur, energi bersih, dan dekarbonisasi yang tercantum dalam IPEF.
Pemerintah Indonesia juga dapat mendorong peningkatan ekspor untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85). Indonesia memiliki kapasitas untuk mengekspor komoditas tersebut mencapai US$43,7 miliar atau 5,3% dari total ekspor Indonesia ke dunia sepanjang 2016-2020.
Melalui IPEF, Indonesia juga berpeluang mendorong peningkatan kerja sama investasi dengan AS. Selama 2016-2021, Singapura menjadi negara utama yang menanamkan modal terbanyak di Indonesia, yaitu mencapai US$52,5 miliar atau 24,3% dari total Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia.
Amerika Serikat hanya menanamkan investasinya senilai US$8,6 miliar atau 4,8% saja dari total PMA. AS ada di urutan ke 7 penyumbang investasi asing di Indonesia. Angka ini menunjukkan masih ada ruang untuk peningkatan kerja sama investasi.
Selain itu, peningkatan investasi juga bisa diarahkan ke sektor-sektor yang tidak hanya menarik bagi AS dan sejalan dengan keempat pilar kerja IPEF, tetapi juga dapat mendorong peningkatan ekspor komoditas ke AS. Berdasarkan data 2016 hingga 2020, AS banyak berinvestasi di bidang pertambangan, listrik gas dan air, industri kimia dan farmasi, serta industri makanan.
Pemerintah Indonesia dapat membuka keran investasi yang lebih besar di sektor listrik gas dan air, serta industri mesin, elektronik dan peralatan listrik. Dengan demikian, tidak ada cek kosong yang ditandatangani dalam kerja sama.