JAKARTA – Pada pidato pertamanya sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia, Prabowo Subianto menekankan pentingnya mencapai swasembada energi dalam 5 tahun ke depan. Ia mengingatkan, ketergantungan pada sumber energi dari luar negeri menjadi ancaman serius di tengah ketegangan geopolitik global.
“Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, kita akan sulit dapat sumber energi dari negara lain,” kata Prabowo di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (20/10/2024).
“Kita juga punya energi bawah tanah, geotermal yang cukup. Kita punya batu bara yang sangat banyak. Kita punya energi dari air yang sangat besar. Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi.”
Swasembada energi bukan hal yang mustahil untuk dicapai. Namun ada empat tantangan yang harus dihadapi untuk bisa mewujudkannya, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, keamanan, dan keberlangsungan.
Keempat tantangan itu saling terkait. Jika sumber energi bisa disediakan secara mandiri (swasembada), mudah dijangkau dan keamanan pasokannya terjamin, maka harga jual bisa ditekan. Harga yang murah akan menurunkan biaya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Tahun 2023, subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), gas minyak cair (LPG/elpiji), dan listrik mencapai total Rp164,3 triliun. Dalam Outlook 2024, pemerintah memperkirakan besarannya naik 17% menjadi bakal naik menjadi 192,8 triliun. Angkanya naik lagi pada APBN 2025 menjadi Rp204,5 triliun.
Beban subsidi terbesar pada APBN 2025 ada pada penyediaan listrik, Rp90,2 triliun, naik 11,7% dari Rp80,7 triliun pada Outlook 2024. Subsidi elpiji naik Rp2 triliun, sementara subsidi BBM hanya naik Rp0,2 triliun.
Prabowo tidak secara eksplisit menyatakan akan memangkas besaran subsidi. Namun beberapa kali dia mengutarakan bakal mengevalusi pemberian subsidi BBM, elpiji gas 3kg, dan listrik. Presiden ingin subsidi tepat sasaran, diterima oleh rakyat yang benar-benar membutuhkan.
Bahkan beredar kabar bahwa subsidi BBM akan diganti menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia tidak membantah kabar tersebut. Dia menyatakan pemerintah tengah mencari format subsidi yang baik dan benar, serta tepat sasaran.
Burhanuddin Abdullah, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, menyatakan subsidi yang tepat sasaran berpotensi mengurangi beban subsidi antara Rp150 triliun hingga Rp200 triliun.
Ancaman impor LPG
Ketergantungan pada impor LPG adalah ancaman terbesar terhadap ambisi swasembada energi pemerintahan Prabowo. Produksi dalam negeri yang rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang terus naik setiap tahunnya.
Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan domestik elpiji berbanding terbalik dengan produksi dalam negeri. Saat penggunaan meningkat 43% (dari 6,09 juta ton pada 2014 menjadi 8,71 juta ton pada 2023), produksi dalam negeri malah berkurang (dari 2,38 juta ton menjadi 1,98 juta ton).
Kekurangan itu tentu saja harus ditutupi. Karena itulah angka impor elpiji naik nyaris 100% dalam satu dekade terakhir, dari 3,60 juta ton pada 2014 menjadi 6,95 juta ton sepanjang tahun 2023.
Untuk mengatasi ketergantungan terhadap impor, Menteri Bahlil menyatakan pemerintah akan mengembangkan hilirisasi LPG di dalam negeri, serta membangun infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas, baik oleh BUMN atau swasta.
Selain itu, pemerintah juga berencana memaksimalkan pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga sehingga bisa memanfaatkan langsung sumber gas alam, menggantikan LPG tabung.