Serbuan Pakaian Impor

JAKARTA – Setiap Ramadan, ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa selama sebulan sebelum hari raya Idul Fitri, Indeks Penjualan Riil mengalami peningkatan secara musiman. Ini mengindikasikan lonjakan pada penjualan produk ritel, yang di dalamnya ada pakaian.

Tren pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) menurut kelompok barang dalam setengah tahun terakhir beragam. Ada yang menyusut, ada pula yang tumbuh positif. Penyusutan terdalam dialami oleh bahan bakar kendaraan bermotor. Sementara kelompok sandang justru yang mengalami pertumbuhan positif tertinggi pada 2023: Januari tumbuh 7,2% (yoy) dan Februari 10,8%.

Kontras dengan tingginya permintaan, sejumlah asosiasi justru menyebut kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di sektor hilir maupun hulu justru tertekan, terutama untuk industri kecil menengah. Serbuan impor pakaian dituding menjadi penyebab sulitnya produk lokal bertahan di pasar domestik.

Selama 33 tahun, pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia untuk pakaian dan aksesorinya mengalami tren yang terus meningkat. Nilainya berkali-kali lipat lebih tinggi dibandingkan impor untuk barang yang sama.

Impor barang tekstil jadi lainnya terjadi pertumbuhan pesat selama empat tahun terakhir. Pada 2021, impor barang tekstil jadi lainnya mencapai US$328 juta. Ini catatan sejarah baru, karena nilainya lebih tinggi ketimbang ekspor produk yang sama, yaitu US$189 juta. Pada 2022, kondisinya masih sama.

Sementara itu impor khusus pakaian bekas yang masuk ke pasar domestik juga tidak sedikit. Dalam lima tahun terakhir, nilai impor pakaian bekas mencapai US$8,6 juta. Inggris menjadi negara terbesar yang menjadi negara asal impor pakaian bekas ke Indonesia yaitu sebesar US$4,9 juta. Disusul oleh Australia (US$921,9 ribu) dan Jepang (US$656,8 ribu).

Pada 2022, industri tekstil dan pakaian jadi mencatat pertumbuhan sebesar 9,3% dengan kontribusi terhadap ekonomi sebesar 5,6%. Selama 2011-2022, tren kontribusi industri tekstil dan pakaian jadi terhadap ekonomi nasional cenderung fluktuatif. Pada 2013, kontribusinya mencapai titik tertinggi dalam 11 tahun, yaitu sebesar 6,5%.

Download White Paper – Serbuan Pakaian Impor

Ketika Kegemukan Bukan Lagi Simbol Kemakmuran

Artikel sebelumnya

Bisakah Kita Bahagia, Meski Miskin dan Menganggur

Artikel selanjutnya

Baca Juga