JAKARTA – Soal komoditas nikel, Indonesia memang pantas menjadi perhatian, mengingat posisinya sebegai produsen bijih nikel terbesar di dunia. Sepanjang tahun lalu, Indonesia diperkirakan memproduksi 1,6 juta ton bijih nikel atau 48,8% dari produksi global. Angka estimasi ini naik 53,8% dari posisi 2021. Selisih estimasi produksi bijih nikel Indonesia pada tahun lalu dengan Filipina – negara di peringkat kedua- mencapai 1,27 juta ton.
Cadangan nikel di bumi Indonesia termasuk yang terbesar di dunia bersama Australia. Data dari Mineral Commodity Summaries terbitan US Geographical Survey 2023 menyebutkan bahwa Indonesia dan Australia mengantongi cadangan bijih nikel masing- masing sebesar 21 juta ton atau 38,0% cadangan global bila digabungkan.
Setelah larangan ekspor bijih nikel diterapkan pada 1 Januari 2020, nilai ekspor komoditas tambang tersebut justru meningkat melalui ekspor produk nikel. Tahun lalu, nilai ekspor produk nikel mencatat rekor tertingginya dalam 22 tahun terakhir, yaitu sekitar U$6 miliar atau tumbuh 364,7% dari tahun sebelumnya.
Peningkatan nilai eskpor produk nikel pada tahun 2022 ditopang oleh ekspor nikel sulfida (nickel matte) sekitar US$4 miliar (tumbuh empat kali lipat) dan sinter oksida sebesar US$2 miliar (tumbuh hampir tujuh kali lipat). Sinter oksida merupakan produk antara (produk setengah jadi) yang digunakan untuk memproduksi baja paduan (alloy steel).
Bila dihitung rata-rata perbandingan antara harga bijih nikel dengan produk nikel selama 1989-2022, yakni mencapai 1:405. Perbandingan terbesar harga bijih nikel dan produk nikel selama 32 tahun terjadi pada 2014. Pada saat itu, harga bijih nikel hanya sekitar US$21 per ton, sementara produk nikel dihargai US$17 ribu per ton. Rasio harganya mencapai 1:818.
Pada tahun lalu, harga bijih nikel kembali turun menjadi sekitar US$60 per ton, sementara harga produk nikel naik menjadi US$26 ribu per ton. Dengan demikian, rasio harga bijih nikel dengan produk nikel pada 2022 sebesar 1:432.
Bijih nikel memang sudah bisa diolah menjadi sejumlah produk antara, seperti ferronikel atau nickel platting serta produk selanjutnya seperti stainless steel slab dan stainless steel billet. Akan tetapi, masih banyak produk antara yang menanti garapan, seperti baterai nikel dan pipa stainless steel padat (stainless steel rod/ bar).
Selama 32 tahun, nilai investasi dalam negeri terbesar untuk sektor logam dasar per kuartalnya justru terjadi pada kuartal keempat 2016, yaitu sebesar Rp5 triliun atau 9,4% dari total penanaman modal dalam negeri saat itu. Sedangkan untuk penanaman modal asing, yang terbesar selama 32 tahun terakhir terjadi pada kuratal kedua 2022, yaitu sekitar US$3 miliar dengan kontribusi 27,3% terhadap total investasi asing.