Sektor Maritim yang Basah

Setiap tahun, secara rata-rata, Indonesia membayar sekitar Rp113 triliun kepada kapal asing untuk mengangkut barang ekspor/impor dari/ke Indonesia.

Ringkasan Eksekutif

  • Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan “Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia Tahun 2021-2025”. Kebijakan yang dikenal dengan istilah KKI atau Kebijakan Kelautan Indonesia jilid II ini seolah ingin menegaskan kembali janji Presiden Joko Widodo pada masa kampanye tentang misi membangun poros maritim dunia. Karena itu, pada intinya, misi tersebut bertujuan: menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat dan makmur.
  • Di pelabuhan, kontribusi Tanjung Priok yang dominan menunjukkan bahwa barang-barang ekspor yang diproduksi di luar Jakarta pun masih harus diangkut ke Ibu Kota sebelum dikirim ke luar negeri. Hingga saat ini, Pelabuhan Tanjung Priok yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta masih menjadi pelabuhan utama pemberangkatan ekspor Indonesia.
  • Inefisiensi logistik begitu terasa pada aktivitas ekspor. Banyak komoditas utama ekspor tidak diangkut dan dikirim melalui pelabuhan yang terdekat dari wilayah penghasil. Komoditas besi dan baja yang sumber daya terbesarnya ada di Sumatera misalnya, justru menjadi barang ekspor utama Pelabuhan Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
  • Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa jasa transportasi barang merupakan salah satu komponen penyumbang terbesar bagi defisitnya neraca jasa Indonesia. Dalam 11 tahun terakhir, rata-rata kontribusi defisit jasa transportasi barang terhadap total defisit neraca jasa Indonesia adalah sekitar 68%. Semakin tinggi aktivitas ekspor-impor, defisitnya berpeluang semakin dalam, mengingat masih lemahnya peran Indonesia dalam jasa transportasi tersebut.
  • Setiap tahun Indonesia mengeluarkan biaya sekitar US$7,8 miliar atau setara Rp113 triliun (Rp14.500 per dolar AS) per tahun untuk mengangkut barang-barang ekspor/impor. Data itu merupakan rata-rata dalam10 tahun terakhir. Nilai yang cukup fantastis jika digarap dengan serius. Hal ini tentunya merupakan peluang investasi yang cukup menjanjikan.

Download White Paper

Tiket Pesawat, Embargo, dan Keengganan Berhemat

Artikel sebelumnya

Kalbar Tersengat Kebijakan Sawit

Artikel selanjutnya

Baca Juga