JAKARTA – Mulai 1 April 2021, pemerintah memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%, dari sebelumnya 10%. Akibatnya, ribuan triliun rupiah laba korporasi berpotensi tergerus.
Penurunan laba tersebut berasal dari potensi penurunan permintaan terhadap barang yang bersifat elastis terhadap perubahan harga. Ketika harga naik, permintaan akan turun. Tentu saja barang-barang kebutuhan pokok yang bersifat inelastis alias tidak terpengaruh terhadap perubahan harga.
Karena itu, kenaikan pajak akan direspons berbeda, tergantung pada tingkat elastisitas permintaannya. Berdasarkan hasil simulasi Datanesia, sektor usaha di luar kebutuhan pokok yang bakal merasakan dampak kenaikan PPN, antara lain produk dari industri pengolahan, jasa reparasi mobil dan sepeda motor, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta sektor keuangan dan asuransi.
Kenaikan harga akibat PPN berpotensi menurunkan permintaan di sektor-sektor tersebut. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, reparasi mobil dan sepeda motor merupakan dua sektor yang berpotensi terpukul paling keras. Kenaikan harga 1% menyebabkan permintaan di sektor tersebut menurun masing-masing 2,81% dan 2,11%.
Sektor-sektor inilah yang akan menekan laba dunia usaha. Hasil simulasi menunjukkan bahwa laba yang tergerus dari 17 sektor usaha sekitar Rp6.554 triliun.