JAKARTA – Krisis akibat pandemi Covid-19 nyaris tak mampu menggoyang industri berlabel syariah. Ketika kinerja perbankan konvensional di Indonesia loyo, perbankan syariah tetap berdiri tegak dan tumbuh positif.
Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, aset perbankan syariah pada Juli 2021 justru tumbuh 16,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian itu merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2018. Pada periode yang sama, Dana Pihak Ketiga tumbuh tertinggi hingga 17,7% (yoy), sementara pembiayaan tumbuh 7,6% (yoy). Kinerja tersebut jauh melampaui pencapaian perbankan konvensional.
Seiring meningkatnya solidaritas kemanusiaan dan empati kepada masyarakat yang terdampak pandemi, kinerja keuangan sosial Islam pun turut membukukan capaian positif selama pandemi, di antaranya zakat, infak dan sedekah (ZIS). Penghimpunan dana zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) berhasil membukukan capaian Rp305 miliar pada 2020, meningkat 23% dari Rp248 miliar pada tahun 2019. Penyalurannya pun kian deras, yaitu tumbuh 28,6%.
Namun di tingkat global, posisi Indonesia dalam industri halal masih jauh di bawah Malaysia. Mengacu pada data “State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022” yang diluncurkan DinarStandard, Indonesia masih berada di urutan empat dari 81 negara dengan skor 68,5. Malaysia ada di urutan pertama dengan skor 207,2, kemudian disusul Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan skor masing-masing 97,8 dan 90,2.
Meski peringkat Indonesia tidak beranjak dari tahun sebelumnya, namun ada kenaikan dua peringkat pada sektor makanan halal, sehingga berada di posisi kedua dengan skor 71,1. Namun dibandingkan Malaysia, skornya tetap masih jauh tertinggal.
DinarStandard dalam “State of the Global Islamic Economy Report” merumuskan definisi ekonomi halal sebagai ekonomi yang mencakup sektor dengan produk dan jasa berpedoman pada nilainilai Islam. Pada umumnya, ekonomi halal juga disebut sebagai halal industry atau ekonomi Islami. Ekonomi halal/industri halal mencakup makanan dan minuman halal, keuangan Islami, farmasi halal, kosmetik halal, fashion, pariwisata ramah muslim, serta media dan rekreasi bertemakan Islam.
Dalam laporan Global Islamic Economy Indikator (GIEI) tersebut, aset keuangan syariah Indonesia tercatat US$119,5 miliar atau 3,3% dari total aset keuangan syariah global yang mencapai US$3,6 triliun. Untuk sektor ini, posisi Indonesia di urutan tujuh dari 81 negara. Dalam pasar makanan dan minuman halal, Indonesia berada di posisi pertama dengan jumlah pengeluaran yang dihabiskan muslim Indonesia untuk sektor tersebut sekitar US$146,7 miliar, menyumbang 11,6% untuk statistik makanan halal global.
Sedangkan jumlah yang dihabiskan untuk media dan hiburan bertema Islami mencapai US$22,4 miliar, sehingga menjadikan Indonesia di peringkat kedua dalam pasar konsumen sektor tersebut. Nilai konsumsi ini menunjukkan bahwa peluang ekonomi industri halal Indonesia sebenarnya sangat besar.
Tampaknya Indonesia memang perlu berbenah. Ada peluang besar di depan mata yang nyaris belum digarap serius. Setidaknya, belum terlihat jelas skenario pemerintah mengembangkan ekosistem industri halal.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tentu potensinya jauh lebih besar dibandingkan Malaysia yang selalu bertengger di peringkat pertama. Tak hanya di sektor makanan, fashion, keuangan, kosmetik dan obat-obatan serta media dan hiburan yang bertemakan Islam, potensi pariwisata pun terhampar di seluruh negeri.