JAKARTA – Di Indonesia, perkembangan industri pengolahan hasil tembakau cenderung tidak stabil. Ketika pandemi COVID-19 terjadi pada 2020, industri pengolahan hasil tembakau susut hingga 10,8% di bawah nol. Pada Maret 2023, industri pengolahan hasil tembakau menggerakkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp20,3 triliun atau 3,67%, dari total PDB industri pengolahan yang mencapai Rp613,2 triliun.
Produsen rokok di Tanah Air memang bukan pemain ecek-ecek. Pada 2022 misalnya, total aset lima perusahaan rokok terbesar -tidak termasuk Djarum- mencapai Rp154,9 triliun.
Perusahaan terbesar untuk produksi dan pengolahan hasil tembakau dari sisi aset adalah PT Gudang Garam. Secara umum, perusahaan- perusahaan rokok mampu membukukan keuntungan triliunan atau ratusan miliar, walaupun pandemi COVID-19 melanda. Rincian pemain terbesar tersebut adalah:
- Gudang Garam memiliki aset sebesar Rp88,6 triliun pada 2022. Pendapatan perusahaan yang dimiliki Keluarga Wonowidjojo itu mencapai Rp124,7 triliun, dengan laba tahun berjalan sebesar Rp2,8 triliun.
- Hanjaya Mandala Sampoerna memiliki aset sebesar Rp54,8 triliun pada 2022. Pendapatan perusahaan yang saat ini sahamnya dikuasai oleh PT Phillip Morris Indonesia itu mencapai Rp111,2 triliun, dengan laba tahun berjalan mencapai Rp6,3 triliun.
- Bentoel Internasional Investama memiliki aset sebesar Rp8,9 triliun pada 2022. Pendapatan perusahaan milik British American Tobacco ini mencapai Rp6,8 triliun, dengan laba tahun berjalan mencapai Rp953 miliar
- Wismilak Inti Makmur memiliki aset sebesar Rp2,2 triliun pada 2022. Perusahaan yang dikuasai Keluarga Widjajadi dan Walla ini membukukan pendapatan Rp3,7 triliun, dengan laba tahun berjalan Rp249,6 miliar.
- Indonesian Tobacco memiliki aset sebesar Rp 553,2 miliar pada 2022. Pendapatan perusahaan yang sahamnya dikuasai oleh Djonny Saksono ini mencapai Rp279,2 miliar, dengan laba tahun berjalan Rp24,0 miliar.