JAKARTA – Untuk kesekian kalinya, pemerintah memberikan relaksasi ekspor bijih/konsentrat tembaga, setelah enam bulan sebelumnya mengumumkan rencana larangan ekspor. Larangan ekspor dipercaya dapat meningkatkan perdagangan hasil olahan tembaga, seperti yang terjadi untuk Nikel.
Harga produk olahan tembaga 2-4 kali lebih tinggi dari pada bijih/konsentrat tembaga. Nilai tambahnya memang tidak setinggi hasil pemurnian nikel yang bisa mencapai 800 kali lipat dari nilai mentahnya. Akan tetapi, pemurnian bijih/konsentrat tembaga berpotensi menghasilkan logam lainnya yang lebih berharga, seperti emas (nilai tambah sekitar 500 kali lipat) dan perak (nilai tambah 150 kali lipat).
Pada 1989-1998, neraca perdagangan tembaga hasil olahan atau hasil pemurnian masih defisit. Setelah masuk era reformasi, neraca perdagangan tembaga hasil olahan dan pemurnian surplus dan terus bertambah. Pada 2007, surplus neraca perdagangan tembaga hasil pemurnian ini mencapai titik tertingginya dalam 33 tahun terakhir, yaitu sebesar US$2,4 miliar. Setelah itu pertumbuhan stagnan. Sementara pada 2022, neraca perdagangan bijih/ konsentrat tembaga mencetak rekor baru yaitu naik 71,7% menjadi US$9,2 juta.
Indonesia merupakan negara pengekspor bijih/ konsentrat tembaga terbesar keempat dunia. Selama 2017-2021, nilai ekspor bijih/konsentrat tembaga yang diekspor dari Indonesia bernilai sebesar US$ 16,7 miliar. Kecuali Chili dan Amerika Serikat, sepuluh besar negara eksportir bijih/konsentrat tembaga terbesar di dunia, pada umumnya lebih suka menjual komoditas mentah tersebut ke pasar internasional, ketimbang tembaga yang dimurnikan maupun produk tembaga.
Sementara itu, dalam daftar 10 negara pengekspor olahan tembaga terbesar global, ada Jerman, Jepang dan Korea yang merupakan negara-negara tanpa cadangan bijih/konsentrat tembaga di wilayahnya,
Cina yang merupakan satu dari 10 negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar, juga mengimpor bijih/konsentrat tembaga dan mengimpor hasil olahan tembaga untuk menopang industri dalam negerinya. Di saat yang sama, Cina juga merupakan pengekspor hasil olahan tembaga terbesar dunia.
Berdasarkan data pohon industri tembaga dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, produk olahan tembaga masih banyak yang belum diproduksi dari dalam negeri. Seperti lempengan tembaga, bubuk tembaga, strip tembaga, tabung tembaga, atap, cat tembaga dan produk sinter.
Tembaga paduan halus dan tidak ditempa merupakan komoditas ekspor hasil olahan tembaga terbesar di Indonesia. Selama 2017-2022, nilai ekspor komoditas ini mencapai US$8 miliar atau 59% dari total ekspor selama enam tahun terakhir. Kemudian disusul oleh kawat tembaga sebesar US$3,1 miliar, limbah dan skrap tenaga sebesar US$ 1,6 miliar, serta batang dan profil tembaga US$556 juta. Di luar itu, ekspor tembaga olahan terbilang kecil, kurang dari 1% dan bahkan nol.
Pada kuartal I-2023, investasi dalam negeri untuk logam dasar mencapai Rp3,6 triliun atau 2,4% terhadap total investasi domestik. Namun selama 32 tahun, nilai investasi terbesar dari sektor logam dasar per kuartal justru terjadi pada kuartal IV-2016, yaitu sebesar Rp5,4 triliun atau 9,4% dari total penanaman modal dalam negeri saat itu.