JAKARTA – Survei Bank Indonesia pada 2021 mengungkapkan temuan menarik: 20% UMKM Indonesia mampu memitigasi dampak pandemi dengan melakukan digitalisasi usaha serta memanfaatkan media pemasaran online. Data sisi penawaran menunjukkan, adopsi transaksi nontunai seperti kartu debit dan uang elektronik meningkat pesat, antara lain tercermin melalui nominal transaksi QRIS pada Desember 2021 yang mencapai Rp27,7 triliun, meningkat 237% dari tahun sebelumnya.
Menjamurnya aktivitas pembelian, penjualan dan pemasaran online selama pandemi mendorong UMKM untuk mentransformasi usahanya berbasis online (digital). Misalnya, dengan bergabung ke dalam platform e-commerce atau online marketplace.
Pada Desember 2020, Bank Dunia bersama Shopee dalam “World Bank Indonesia Survey on Digital Merchant Shopee” menyurvei sekitar 15 ribu pengusaha yang tergabung dalam platform e-commerce (digital merchant). Sebagian besarnya adalah UMKM dengan nilai penjualan tahunan pada 2019 di bawah Rp50 miliar. Salah satu pertanyaan penting: bagaimana mereka mengatasi pandemi?
Kesimpulan survei menyatakan, UMKM mengaku bahwa digitalisasi terbukti menjadi faktor kunci untuk bertahan dan tumbuh di masa pandemi. Pengusaha yang berbasis digital jauh lebih tangguh dalam menghadapi pandemi dibandingkan dengan perusahaan yang sebagian besar menjalankan bisnis offline.
Bisnis mereka yang sempat tertekan juga pulih lebih cepat. Rata-rata, keseluruhan penjualan UMKM digital naik ke tingkat pra-pandemi sekitar enam bulan setelah puncak kasus pertama di Indonesia. Sementara pada kondisi yang sama, sebagian besar pengusaha berbasis offline justru masih mengalami penurunan penjualan lebih dari 20%.
Menurut survei yang sama, alasan mereka memilih bergabung dalam platform e-commerce karena dapat menjangkau pelanggan di seluruh negeri. Biaya promosi dan sewa tempat juga lebih hemat. Ongkos operasional lebih efisien lantaran jumlah karyawan lebih sedikit.
Semarak perdagangan melalui sistem digital ikut mendongkrak nilai transaksi ekonomi dan keuangan digital. Menurut Bank Indonesia, pada Januari 2022, transaksi uang elektronik tumbuh 66,7% (yoy) dan nilainya mencapai Rp34,6 triliun. Sementara nilai transaksi melalui digital banking tumbuh 62,8% (yoy) mencapai Rp4.314,3 triliun.
Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit. Contoh uang elektronik seperti ShopeePay, LinkAja, Paytren, iSaku, OVO Cash, GoPay, Uangku, T-Cash, Brizzi, e money Mandiri, JakOne, Flazz, dll.
Pandemi ikut mengakselerasi perkembangan teknologi digital. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 58,3% penduduk pada 2021 telah menggunakan internet seiring dengan maraknya penggunaan telepon seluler, yaitu 60,7% dari total penduduk Indonesia.
Berdasarkan tujuan penggunaan, individu yang menggunakan internet lebih banyak ditujukan untuk media sosial/jejaring sosial (88,2%), disusul oleh individu yang menggunakan internet untuk mendapatkan informasi atau berita (64,9%) dan individu yang menggunakan internet untuk mencari hiburan, seperti bermain game, menonton film atau video, mendengarkan radio atau musik (63,3%).
Internet juga digunakan untuk membeli dan menjual barang atau jasa oleh individu. Pada tahun 2021, jumlah individu yang membeli barang/jasa melalui internet mencapai 25,2 juta orang, meningkat signifikan dari 14,9 juta orang pada tahun 2019. Sementara, jumlah individu yang menjual barang/jasa melalui internet mencapai 8,3 juta orang pada tahun 2021, meningkat dari 5,9 juta orang pada tahun 2019.
Persoalan mendesak yang perlu segera diatasi, di antaranya terkait dengan literasi. Persoalan ini harus diatasi agar UMKM tak lagi gagap teknologi, mengingat arus digitalisasi tak terbendung. Kemudian soal ongkos pengiriman barang, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Biayanya tentu tidak murah mengingat wilayah Indonesia yang sebagian besar berupa perairan, sehingga butuh penyeberangan.