Menimbang Efek Penghapusan BBM Bersubsidi

JAKARTA – Saat ini, siapa pun dapat membeli BBM bersubsidi: Pertalite dan solar. Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membawa kabar buruk di tengah kenaikan harga beras yang belum terkendali. Sekitar minggu kedua Maret 2023, dia menyampaikan bahwa pemerintah sedang merevisi regulasinya, sehingga yang berhak membeli BBM bersubsidi itu dibatasi. Tak lagi bebas seperti sekarang.

“Tahun ini harus jalan. Dalam beberapa bulan (ke depan) selesai, karena sudah setahun drafnya,” tegasnya.

Memang Menteri Arifin belum merinci jenis kendaraan yang diperbolehkan tetap mengonsumsi Pertalite. Tapi untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) solar, pemerintah sudah memetakan kriteria penerima subsidinya.

“Umumnya yang dikasih solar itu kendaraan yang angkut bahan pangan, bahan pokok dan angkutan umum supaya tidak menambah beban masyarakat yang memerlukan,” kata Arifin.

Sekiranya kebijakan untuk solar bersubsidi itu serupa dengan Pertalite, itu artinya kedua BBM bersubsidi itu terlarang bagi kendaraan pribadi. Beban masyarakat akan bertambah karena harus memberi bahan bakar non-subsidi yang lebih mahal.

Saat ini, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi pengeluaran untuk bensin merupakan yang terbesar kedua terhadap garis kemiskinan untuk kategori non-makanan. Kontribusinya mengalami kenaikan dari 2022 ke 2023. Mungkin masyarakat makin aktif beraktivitas.

Daftar Komoditas Pemberi Sumbangan Besar terhadap Garis Kemiskinan serta Kontribusinya (%)

Sumber: BPS

Pada Maret 2022, kontribusi belanja bensin terhadap garis kemiskinan untuk masyarakat perkotaan sekitar 3,6 persen, kemudian menjadi sekitar 4,0 persen saat Maret 2023. Porsi konsumsi bensin mengalami kenaikan. Begitu pun dengan masyarakat perdesaan. Pada periode yang sama, kontribusinya dari 3,3 persen menjadi 3,8 persen.

Sekadar informasi, garis kemiskinan adalah jumlah minimum kemampuan belanja masyarakat untuk masuk kategori Non-miskin. Menurut BPS, garis kemiskinan pada Maret 2023 adalah Rp550.458 per orang setiap bulan. Dengan porsi belanja bensin sekitar 4,0 persen, maka pengeluarannya sekitar Rp22.018 per kapita per bulan.

Belanja beras memang masih dominan kontribusinya terhadap garis kemiskinan. Untuk warga perkotaan, porsinya sekitar 19,4 persen pada 2023. Kemudian diikuti oleh pengeluaran untuk rokok kretek filter yang 12,1 persen.

Entah pemerintah mempertimbangkan harga beras yang masih mahal atau tidak, yang jelas rencana kebijakan pembatasan Pertalite ingin dikebut. Pokoknya, harus berlaku tahun ini.

Berapa tambahan pengeluaran masyarakat jika kebijakan itu berlaku dan kendaraan pribadi tak lagi boleh beli BBM bersubsidi? Hitung-hitungan sederhananya kira-kira begini: awalnya, belanja Pertalite sebesar Rp10.000 per liter. Karena harus beli BBM non-subsidi, dengan asumsi harganya yang sekitar Rp12.900, maka ada tambahan pengeluaran untuk kebutuhan bahan bakar atau bensin sekitar 29 persen.

Rata-rata kontribusi belanja bensin untuk masyarakat perkotaan dan perdesaan pada Maret 2023 adalah 3,87 persen. Dengan kenaikan 29 persen, berarti garis kemiskinan naik sekitar 1,1 persen. Dengan begitu, masyarakat yang sebelumnya hanya mampu belanja Rp550.458 per orang setiap bulan tidak masuk kategori miskin, kemudian akan menjadi miskin lantaran garis kemiskinannya naik akibat tidak boleh lagi belanja BBM bersubsidi.

Sumber: Hasil Simulasi menggunakan SUSENAS Maret 2022

Melalui simulasi sederhana itu, seiring dengan kenaikan garis kemiskinan, jumlah orang miskin akibat penghapusan BBM bersubsidi bertambah sekitar 590 ribu orang. Sebagian besar berasal dari perkotaan, yakni sekitar 400 ribu orang. Sisanya dari perdesaan.

Tentu hitung-hitungan yang mengasumsikan pendapatan masyarakat tak mengalami perubahan ini belum memperhitungkan dampaknya terhadap kenaikan harga barang lain. Seperti sudah tradisi, harga barang ikut terdongkrak saat ada kebijakan yang mendorong kenaikan harga BBM, dengan dalih biaya pengiriman naik.

Tapi apa boleh buat. Tampaknya keinginan pemerintah merevisi yang berhak beli BBM bersubsidi sudah bulat. Soal beban masyarakat yang makin berat, nanti saja bisa diurus oleh pemerintahan baru. Mungkin begitu pertimbangannya.

PPN Naik, Berapa Orang Bakal Jatuh Miskin?

Artikel sebelumnya

6 Tahun Suntikan Modal BUMN

Artikel selanjutnya

Baca Juga