JAKARTA — Seperti Jawa Tengah, rapor Jawa Timur dalam pengentasan kemiskinan juga mengesankan. Selama 20 tahun terakhir, tingkat kemiskinan di Jatim turun lebih dari separuh, dari 21,9% pada 2012 menjadi 10,4% pada 2022.
Meski demikian, kantong-kantong kemiskinan tetap muncul, dan merisaukan. Jawa Timur terutama punya pekerjaan rumah yang tak kunjung rampung: kantong kemiskinan di Pulau Madura.
Harus diakui, Madura sebenarnya juga punya rapor yang istimewa. Selama dua dasawarsa terakhir, angka kemiskinannya juga merosot tajam.
Tahun 2012, tingkat kamiskinan pada empat kabupaten di Madura merupakan yang tertinggi di seluruh Jatim. Angkanya berkisar antara 31,1% (Kabupaten Sumenep) hingga 41,8% (Sampang). Artinya, sedikitnya satu dari setiap tiga orang di Madura hidup di bawah garis kemiskinan – kala itu.
Namun situasi berubah drastis 20 tahun kemudian. Tingkat kemiskinan di empat wilayah di Madura rata-rata turun lebih dari separuh. Di Kabupaten Pamekasan malah melorot sampai 60%, dari semula 34,9% menjadi hanya 13,9%.
Sayangnya, tingkat kemiskinan di Kabupaten Sampang, Bangkalan, dan Sumenep, tetap jadi yang tertinggi di seluruh Jatim. Hanya Pamekasan yang lolos dari empat besar.
Kini, tingkat kemiskinan di Pamekasan hanya peringkat tujuh dari seluruh provinsi, lebih baik dari Kabupaten Probolinggo, Tuban dan Ngawi.
Adakah resep untuk mempercepat pengentasan kemiskinan di Madura?
Madura bukanlah pulau tanpa sumber daya alam. Selain hasil tembakau, Madura dikenal sebagai pulau garam. Wilayah ini menyumbang lebih dari separuh konsumsi garam nasional. Selain itu, ada sejumlah perusahaan tambang yang mengelola blok-blok minyak dan gas, terutama di lepas pantai Sumenep.
Selain sumber daya alamnya cukup melimpah, tingkat pengangguran terbuka di Madura tergolong paling rendah di Jawa Timur. Tingkat pengagguran terbuka di Pamekasan dan Sumenep pada 2022 masing-masing hanya 1,40% dan 1,36%, jauh di bawah Kota Surabaya, misalnya, yang 7,62%. Artinya, sebagian besar angkatan kerja Madura punya pekerjaan. Tidak menganggur.
Yang jadi soal, agaknya ini: Madura terisolir dari perkembangan industri di Jawa. Letaknya di pulau terpisah. Sejak pertengahan 2009 memang ada jembatan Suramadu yang menjadi pintu masuk yang menghubungkan Madura dengan Pulau Jawa.
Namun, gerbang penghubung saja tidak cukup. Jaringan jalan yang dapat mempercepat distribusi logistik antardaerah di dalam Pulau Madura, kurang memadai. Jaringan jalan di pesisir utara Madura, misalnya, cenderung lebih terbatas ketimbang di selatan.
Mungkin itu sebabnya, Bupati Sumenep terus saja menagih “janji” pemerintah pusat untuk membangun kembali jaringan rel kereta api keliling Pulau Madura.
Tentu saja, tuntutan ini memerlukan investasi kolosal. Selain itu, belum tentu efektif. Selain jaringan transportasi keliling pulau, Madura memerlukan jalan penghubung antara wilayah di pantai utara dengan pusat-pusat pertumbuhan yang bertumpuk di selatan.