Mendorong Kerja Sama Ekonomi Melalui Ramah Tamah

Ringkasan Eksekutif

Di tengah ancaman krisis pangan dan energi sebagai dampak dari invasi Rusia ke Ukraina, G20 menghadapi ujian pertamanya. Krisis pangan dan energi serta resesi global diperkirakan akan mendorong banyak negara melakukan proteksi dan ini merupakan paradoks dari amanat G20 untuk mendorong keterbukaan (liberalisasi) akses pasar perdagangan.

Nilai perdagangan Indonesia dengan negaranegara anggota G20 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan negara non anggota. Dalam lima tahun terakhir (2017-2021), porsinya mencapai 61,1% dari total perdagangan Indonesia, yang mencakup ekspor dan impor. Pada periode itu, transaksi perdagangan dengan negara anggota G20 sempat menyusut dalam dua tahun berturut-turut, yaitu 2019 dan 2020.

Hingga September 2022, Indonesia memiliki 45 perundingan perdagangan. Sebagian besar, yaitu 27 perundingan telah diratifikasi atau direalisasikan. Dari total perundingan, dengan negara G20 hanya ada 17 kerja sama perdagangan. Sisanya dengan negara di luar G20.

Di antara negara G20, Indonesia paling banyak berdagang dengan Cina. Dalam lima tahun (2017-2021), nilai transaksinya mencapai US$386 miliar atau sekitar 35,7% dari total perdagangan Indonesia dengan anggota G20. Terbesar kedua dengan Jepang, kemudian disusul Amerika Serikat. Dengan tiga negara tersebut, porsi perdagangan Indonesia mencapai 64,0% dari total transaksi dengan negara G20 atau 39,1% terhaap total perdagangan Indonesia dalam lima tahun.

Bahan bakar dan mineral menjadi komoditas andalan ekspor Indonesia ke negara anggota G20 selama lima tahun terakhir, yaitu senilai US$113,18 miliar. Dalam kelompok barang dengan kode HS 27 itu termasuk batu bara, minyak bumi dan gas alam. Indonesia juga tercatat sebagai eksportir batu bara terbesar kedua di dunia setelah Australia.

Meskipun Meksiko paling sedikit berdagang dengan Indonesia untuk periode 2017-2021, namun negara tersebut memiliki porsi perdagangan kedua terbesar untuk perdagangan intra atau sesama anggota G20. Dari total perdagangannya dalam lima tahun, 86,9% di antaranya bertransaksi dengan sesama negara anggota G20. Nomor satu ada Kanada dengan porsi sebesar 88,5%. Sedangkan Amerika Serikat di peringkat ketiga, yaitu 71,6%.

Investasi negara-negara anggota G20 di Indonesia masih di bawah negara non anggota. Pertumbuhan realisasi investasi tertinggi secara tahunan (yoy: year on year) dari G20 dalam 10 tahun terakhir terjadi pada 2016 yang melonjak 65,8%, setelah dua tahun sebelumnya mengalami kontraksi. Setelah itu terus melandai, bahkan diwarnai pertumbuhan minus dalam tiga tahun: 2018, 2020 dan 2021.

Sektor usaha di bidang listrik, gas dan air menjadi sektor yang paling diminati oleh penanam modal asing asal G20 di Indonesia. Dalam lima tahun (2017-2020), nilainya mencapai US$12 miliar. Selanjutnya ada sektor industri logam, pertambangan, kemudian transportasi. Selanjutnya adalah industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain yang nilainya mencapai US$5 miliar.

Di antara anggota G20, Jepang menjadi negara yang kontribusi dan realisasi investasinya paling tinggi di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Sementara Cina yang pada lima tahun terakhir menjadi kontributor penanam modal asing terbesar kedua bagi Indonesia. Di posisi ketiga ada Republik Korea.

Download White Paper

Rapor Wilayah Hasil Pemekaran

Artikel sebelumnya

IKN dan Berkah Kepadatan Penduduk

Artikel selanjutnya

Baca Juga