Ringkasan Ekskutif
Selama 2011-2019, pertumbuhan ekonomi kota Palembang selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan dan nasional. Pada 2012, pertumbuhannya mencapai yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir, 7,7%. Namun, ketika virus Sars-COV-2 pertama kali masuk di Indonesia pada 2020, kinerja ekonomi Palembang langsung menyusut, bahkan lebih dalam dibandingkan yang dialami Provinsi Sumatera Selatan.
Pada 2021, konsumsi rumah tangga menyumbang 58,5% atau Rp95 triliun PDRB Kota Palembang dari sisi pengeluaran. Selanjutnya ada investasi menyumbang 41,9% atau Rp 68 triliun. Tragisnya, ekspor bersih justru defisit 6,7% atau negatif Rp10 triliun.
Kontribusi terbesar PDRB secara sektoral Kota Palembang selama 2012-2021 adalah industri pengolahan yang mencapai 36,0%. Kemudian, sektor konstruksi 16,1% serta sektor perdagangan dan reparasi 13,9%. Sementara Sektor pengadaan listrik dan gas mengalam pertumbuhan tertinggi, yaitu 8,8%, informasi dan komunikasi 8,0% dan akomodasi serta makan minum 7,5%.
Secara keseluruhan, ada 14 sektor yang masuk dalam sektor basis, sektor potensial yang mengungkit pertumbuhan ekonomi kota. Hasil produksi sektor basis bukan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan kota, tetapi potensial diekspor kepada kabupaten/kota lain dalam kawasan.
Ada tujuh sektor basis yang tidak kompetitif. Ketujuh sektor ini harus didorong pertumbuhannya agar menjadi sektor yang kompetitif. Jika tidak, maka semua sektor ini akan memberikan tekanan pada perekonomian. Industri pengolahan dan sektor konstruksi termasuk sektor basis yang tidak kompetitif.
Palembang perlu upaya ekstra mendatangkan investasi ke wilayahnya. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), jumlah investasi asing di kota Palembang selama lima tahun terakhir turun drastis dari lima tahun sebelumnya. Investasi dalam negeri juga ikut menyusut.
Jumlah usaha, omzet dan penyerapan tenaga kerja untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Palembang justru tumbuh pada saat pandemi 2020. Sebagian di antaranya mencetak rekor pertumbuhan tertinggi selama tujuh tahun terakhir. UMKM menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi saat pandemi.
Sebanyak 67,8% penduduk di Palembang merupakan angkatan kerja. Rasio ketergantungan di Palembang juga rendah, yaitu 47,4%. Palembang bisa disebut memiliki modal jumlah tenaga kerja yang besar.
Kondisi ekonomi penduduk Palembang pada umumnya sejahtera. Semua indikator kesejahteraan kota ini lebih baik dari rata-rata provinsi. Pada indikator sosial, pengangguran terbuka Palembang sebesar 10,1% yang lebih tinggi dari provinsi acuannya sebesar 5,0%. Namun, angka kemiskinannya lebih rendah dari Sumatera Selatan.