JAKARTA – Keterlibatan perempuan dalam dunia-kerja cenderung terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan naik dari 48,41% pada 2005 menjadi 54,27% pada Februari 2022. Dalam periode yang sama, tingkat partisipasi angkatan kerja lelaki justru menurun dari 84,94% menjadi 83,65%.
Partisipasi angkatan kerja menunjukkan persentase penduduk usia produktif (berumur di atas 15 tahun) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi. Kenaikan partisipasi kerja menunjukkan peran perempuan tak lagi terbatas pada lingkup domestik, tapi juga bergiat produktif dengan bekerja di luar rumah, dan mendapatkan penghasilan.
Peningkatan ini didorong banyak hal. Pertama, kemauan perempuan untuk mandiri secara ekonomi. Kedua, kebutuhan untuk memperkuat penghasilan keluarga. Ketiga, makin luasnya kesempatan kerja yang menyerap tenaga kerja perempuan. Dan di atas semua itu: andil dari pendidikan perempuan yang meningkat pesat, seiring dengan turunnya angka kelahiran dan penundaan usia pernikahan.
Meski demikian, jika ditilik lebih rinci, peningkatan pendidikan tak selalu sejalan dengan tingkat partisipasi kerja. Seperti umumnya negara berkembang, partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia cenderung menggambarkan kurva-U: sangat tinggi pada mereka yang berpendidikan rendah, lalu menurun pada kelompok berpendidikan menengah, dan kembali meningkat pada perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi.
Mereka yang pendidikannya rendah cenderung aktif di pasar kerja untuk membantu ekonomi keluarga. Sebaliknya, partisipasi kerja kelompok berpendidikan menengah cenderung rendah akibat ketidakmampuan bersaing dengan mereka yang berpendidikan lebih tinggi, sekaligus keengganan memasuki sektor informal.
Sementara itu, perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung banyak terlibat pada pasar tenaga kerja, terutama di sektor modern yang memerlukan keterampilan tinggi.
Barangkali, kecenderungan kurva-U ini dapat menjelaskan mengapa partisipasi angkatan kerja perempuan antara 2010 – 2015, menurun. Pada periode itu, partisipasi perempuan pada pendidikan menengah meningkat pesat. Kemungkinkan besar ini menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan dalam rentang waktu tersebut.
Kecenderungan kurva-U juga muncul jika partisipasi kerja ini dikelompokkan dalam kelompok usia atau status pernikahan. Angka partisipasi angkatan kerja perempuan cenderung tingggi ketika mereka masih melajang, tapi menurun di usia pernikahan, lalu kembali meningkat pada kelompok usia di atas 30 tahun, ketika anak-anak mereka sudah bisa disapih.
Partisipasi angkatan kerja agaknya bukan sekadar dipengaruhi oleh pendidikan dan kesempatan kerja, tapi juga budaya. Data Bank Dunia mencatat, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia berada di tingkat menengah: setara dengan Filipina, sedikit lebih tinggi dari Malaysia, tapi lebih rendah ketimbang Thailand, Vietnam, dan Cina.