Kakao, Komoditas Mahal yang Terabaikan

JAKARTA – Cokelat termasuk makanan manis populer di Indonesia. Setiap hari kita bisa melihat banyak orang, terutama pemuda dan anak-anak, yang mengudap cokelat, baik dalam bentuk permen, batangan maupun minuman.

Konsumsi cokelat di Indonesia, menurut perkiraan World Population Review tahun 2022, sekitar 25,5 gram per kapita setiap tahun dan menempati peringkat 165 dunia. Peringkat satu adalah Luksemburg, yang setiap warganya mengonsumsi cokelat 9,9 kg per tahun atau sekitar 27 gram per hari.

Indonesia adalah salah satu produsen kakao terbesar di dunia dan mengekspor sebagian besar produksinya. Pada tahun 2023, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor 340.190 ton kakao yang merupakan bahan baku cokelat, atau 53% dari total produksi 642.000 ton pada tahun tersebut. Nilai ekspornya mencapai US$1,2 miliar (Rp18,8 triliun).

Oleh karena itu, bisa jadi produk cokelat impor yang beredar di pasaran justru berbahan dasar kakao dari Nusantara.

Saat ini harga kakao tengah melonjak di pasar dunia, menurut catatan Bank Dunia, sempat mencatatkan rekor baru US$9,74/kg pada April 2024, tertinggi lebih dari setengah abad. Kenaikan harga menunjukkan bahwa komoditas ini makin diminati dan berpotensi menghasilkan “cuan” besar.

Akan tetapi, produksi kakao di Indonesia justru tengah bermasalah. Volumenya terus turun dalam lima tahun terakhir, dari 767 ribu ton pada 2018 menjadi 642 ribu ton pada 2023.

Penyebabnya antara lain menyempitnya lahan kebun kakao. Dalam tujuh tahun terakhir, luasnya berkurang 18%, dari 1,72 juta hektare pada 2016 menjadi 1,41 juta hektare pada 2023.

Selain lahan yang menciut, minat terhadap perkebunan kakao juga menurun karena tanaman ini dipandang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Pemeliharaannya dianggap lebih merepotkan dibandingkan tanaman lain.
Saat ini Kementerian Pertanian berupaya mendorong produksi kakao dengan meluncurkan Program Bun500. Melalui program ini pemerintah berupaya mengembalikan kejayaan beberapa komoditas bernilai ekonomi tinggi di pasar dunia, termasuk cokelat, dengan menyediakan bibit unggul bermutu. Bun500 berjalan pada periode 2019-2024.

Mayoritas di Sulawesi

Mayoritas lahan kebun kakao Indonesia terletak di Pulau Sulawesi. Lahan terluas ada di Sulawesi Selatan dengan 274 ribu hektare, disusul Sulawesi Tenggara (225.000 ha), Sulawesi Selatan (176.000 ha), dan Sulawesi Barat (142.000 ha).

Namun produksi terbesar justru di Sulawesi Tengah, mencapai 130,8 ribu ton pada 2023. Sulawesi Tenggara ada di peringkat kedua dengan 107,8 ribu ton, sementara Sulawesi Selatan menempati posisi ketiga dengan 82,5 ton.

Tahun lalu kebun-kebun di Sulawesi menghasilkan total 389,88 ribu ton kakao, mencapai 60,7% dari total produksi Indonesia.

Sebagian besar kakao tersebut dijual ke luar negeri. Malaysia, Belgia, Singapura, Kanada, dan India adalah lima negara tujuan ekspor utama komoditas biji kakao Indonesia.

Harga Kakao Melejit Tapi Lahan Makin Sempit

Artikel sebelumnya

Menyapih BUMN dari Ketergantungan Modal Negara

Artikel selanjutnya

Baca Juga