JAKARTA — Selama dua dasawarsa terakhir, jumlah penduduk Kota Semarang melesat jauh lebih cepat ketimbang Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta (Yogya). Tiga kota ini merupakan kota-kota utama di Pulau Jawa bagian tengah.
Sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 dan 2020 mencatat beberapa pola pergeseran penduduk yang perlu dicermati.
Dalam kurun waktu tersebut, populasi Semarang tumbuh 23% dari 1,34 juta menjadi 1,65 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk Solo dan Yogya masing-masing hanya tumbuh 7% dan 10%.
Pertumbuhan populasi di suatu daerah didorong oleh perpindahan penduduk (migrasi) serta tingkat kelahiran dan kematian.
Hasil sensus di Jawa Tengah dan DIY juga mencatat, wilayah kota dan pusat-pusat ekonomi tetap menjadi daya tarik urbanisasi. Wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tercepat sebagian besar didominasi oleh wilayah “penyangga” dan daerah industri baru.
Kabupaten Sleman dan Bantul, misalnya. Dua wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tercepat ini (masing-masing tumbuh 38% dan 33%), merupakan penyangga Kota Yogya. Begitu juga dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Demak (tumbuh 27% dan 25%) yang menjadi “satelit” dari Kota Semarang.
Populasi juga melaju cepat di daerah industri baru. Dalam beberapa tahun belakangan, Kabupaten Purbalingga (tumbuh 28%) dan Kabupaten Jepara (23%) menjadi tujuan urbanisasi berkat tumbuhnya pabrik-pabrik baru.
Purbalingga dengan industri rambut palsu dan bulu mata buatan, sedangkan Jepara kini menjadi salah satu sentra industri alas kaki baru di Jawa Tengah.
Pertumbuhan populasi akan memperbesar pasokan tenaga kerja dan tingkat konsumsi. Namun pertumbuhan penduduk juga memerlukan tambahan ruang hidup, pasokan pangan, perumahan, air bersih dan energi.
Pertumbuhan penduduk juga akan membawa persoalan lingkungan (pengelolaan limbah dan sampah), dan masalah-masalah sosial seperti kriminalitas.