JAKARTA – Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) untuk sumber pembangkit listrik perlu digenjot guna mengurangi kontribusi emisi dari sektor tersebut, mengingat masih besarnya penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.
Fokus utama pengembangan di Indonesia, antara lain ditujukan untuk sektor kelistrikan karena salah satu sumber emisi karbon dunia berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dalam kurun waktu 10 tahun, yakni 2010-2020, porsi sumber pembangkit listrik batu bara terus meningkat hingga mencapai 62,0% pada 2020, diikuti dengan gas alam sebesar 17,6% dan porsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 2,3%.
Sumber pembangkit listrik EBT hanya menyumbang 18,2%: tenaga air 8,4%, geothermal sebesar 5,3% dan EBT lainnya 4,5%.
Permasalahan ini tentunya tidak bisa diabaikan. Pasalnya, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Perusahaan Listrik Negara (RUPTL PLN) 2021-2030, permintaan listrik diperkirakan tumbuh 4,91%-5,4% dalam 10 tahun ke depan.
Jika tidak ada perubahan kebijakan, sektor kelistrikan akan menjadi salah satu kontributor emisi terbesar di Indonesia pada 2060, yakni 0,92 miliar ton setara CO2 (tCO2e) per tahun.