IPEF untuk Siapa?

JAKARTA – Inisiatif Indo-Pacific Economic Forum (IPEF) pertama kali dilontarkan oleh Presiden AS Joe Biden dalam pidatonya pada KTT Asia Timur (East Asia Summit) yang diselenggarakan pada 27 Oktober 2021. Pada kesempatan itu, Biden menyampaikan keinginan menjajaki pengembangan kerangka kerja ekonomi Indo-Pasifik.

Meski rinciannya belum diumumkan, IPEF ditengarai berbeda dari blok perdagangan pada umumnya yang didasarkan pada perjanjian perdagangan bebas. Kiranya demikian diklaim AS.

Melansir laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS), IPEF setidaknya terdiri dari empat pilar kerja. (1) perdagangan yang adil dan tangguh yang mencakup tujuh subtopik, termasuk standar tenaga kerja, lingkungan dan digital; (2) ketahanan rantai pasok; (3) infrastruktur, energi bersih, dan dekarbonisasi; dan (4) perpajakan dan antikorupsi.

Pelaksanaan pilar pertama akan dipimpin oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (U.S. Trade Representative/USTR). Tiga pilar sisanya diawasi oleh Departemen Perdagangan.

Rencananya, IPEF resmi diluncurkan dalam kunjungan kerja Presiden Biden ke Jepang pada 22- 24 Mei 2022. Kemudian, poin-poin yang ditetapkan dalam IPEF disusun dalam waktu 18 bulan ke depan, kemungkinan menjelang Pertemuan Pemimpin Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang rencananya diselenggarakan pada November 2023.

IPEF dimaksudkan menjadi kemitraan afirmatif untuk mempromosikan kepentingan ekonomi bersama. Karena itu, menjadi sangat penting untuk menelaah posisi Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan AS, baik dari sisi perdagangan maupun investasi.

Jika menilik aktivitas perdagangan AS, negara mitra dagang utamanya adalah China dengan total nilai perdagangan selama periode 2016-2020 mencapai US$3,9 miliar, sekitar 15,5% dari total perdagangan AS. Negara kedua yang menjadi mitranya, Kanada dan Meksiko dengan masing-masing nilai perdagangan US$2,91 miliar dan USS2,86 miliar selama periode yang sama.

Di regional ASEAN, Vietnam merupakan negara dengan nilai perdagangan terbesar dengan AS. Transaksinya mencapai US$344 juta atau 1,7% dari total perdagangan AS. Vietnam pun masuk ke dalam daftar 12 negara mitra dagang utama AS.

Sementara Indonesia, perannya dalam perdagangan AS masih sangat kecil, hanya 0,7%, dengan nilai perdagangan sebesar US$141,8 juta selama 2016 hingga 2020. Posisi Indonesia ada di urutan ke 25 dalam daftar negara mitra dagang utama AS.

Tidak hanya perdagangan, kerja sama internasional juga dapat dilihat dari tren investasi, terutama penanaman modal asing. Mengacu pada data Biro Analisis Ekonomi AS, Negeri Paman Sam lebih memilih menempatkan dana investasinya di kawasan Eropa. Pada 2020, total investasi langsung AS di kawasan itu mencapai US$3,7 triliun, mencakup 59,5% dari total investasi langsung AS di dunia.

Kawasan Asia Pasifik hanya menyerap 15,8% dari total investasi langsung AS pada 2020. Singapura menjadi pilihan utama AS untuk menempatkan modalnya dengan total investasi langsung mencapai US$271 miliar atau sekitar 4,4%. Adapun Indonesia hanya kebagian jatah 0,3% atau senilai US$19 miliar dari investasi langsung AS.

Download Edisi White Paper

Minimnya Kontribusi ASEAN di Pasar Amerika

Artikel sebelumnya

Peluang Indonesia di IPEF

Artikel selanjutnya

Baca Juga