JAKARTA – Pada sektor industri (pengolahan) terus berlanjut bersamaan dengan perbincangannya yang banyak melahirkan konsep penyelesaian yang nyaris terhenti di atas kertas.
Deindustrialisasi secara umum dipahami sebagai terkikisnya peran industri dalam perekonomian. Kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) maupun daya serapnya terhadap tenaga kerja berangsur lesu. Kondisi seperti inilah yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia sejak lebih dari satu dekade atau 10 tahun siam.
Dana Moneter Internasional (IMF) pernah mempublikasikan tulisan (1997), deindustrialisasi yang berkelanjutan akan menekan pertumbuhan ekonomi. Daya dorong sektor industri terhadap perekonomian akan melemah akibat menurunnya kegiatan industrialisasi. Begitu pun penyerapan terhadap tenaga kerja.
Dalam perekonomian Indonesia, kontribusi sektor pengolahan terhadap PDB pada kuartal I-2022 mencapai 19,2% atau Rp866 triliun. Porsi tersebut merupakan yang terbesar dari seluruh lapangan usaha, namun yang terendah dari kinerja industri pengolahan dalam dua dekade.
Namun posisi industri pengolahan begitu penting bagi perekonomian nasional, karena tenaga kerja yang terserap sangat besar, yaitu sekitar 14 juta atau 13,8% dari total penduduk bekerja pada Februari 2022. Dari sisi upah, rata-rata yang diterima setiap pekerja pada periode tersebut sekitar Rp2,8 juta per bulan, sedikit di bawah rata-rata upah buruh nasional yang Rp2,9 juta.
Dalam rentang waktu yang panjang ke belakang, kinerja industri pengolahan (sektor industri) terus melemah. Bahkan pada 2021 misalnya, dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 19,3%, tercatat sebagai yang terendah dalam dua dekade atau 20 tahun terakhir. Kontribusinya yang tertinggi dalam 37 tahun terakhir terjadi pada 1997 (25,3%), kemudian terempas krisis. Kondisinya pulih dengan angka kontribusi tertinggi 24,3%, pada 2002.
Setelah itu terus turun secara konsisten hingga saat ini.
Dari sisi pertumbuhan pun mulai melambat. Dalam periode 37 tahun itu, selama 21 tahun pertumbuhan industri pengolahan selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Ini menandakan bahwa kontribusi sektor industri berada di atas rata-rata sektor lainnya. Tapi terhenti hingga 2004. Setelah itu hingga sekarang, pertumbuhan industri pengolahan secara konsisten berada di bawah kinerja ekonomi nasional.
Dari sisi pelaku usaha di sektor industri, jumlah tertinggi dalam 10 tahun terakhir terjadi pada 2017, yaitu sekitar 4,5 juta entitas. Setelah itu hingga 2020 (data terakhir yang tersaji di BPS), terus turun dengan posisi terakhir sekitar 4,3 juta.
Sebagian besar pelaku usahanya masuk kategori skala mikro, yaitu 92% dari total pelaku usaha sektor industri nasional. Sekadar informasi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021, usaha mikro memiliki modal usaha maksimal Rp1 miliar dan usaha kecil paling banyak Rp5 miliar. Nilai penjualan kedua kelompok usaha itu paling banyak Rp2 miliar dan Rp15 miliar.
Standar tersebut digunakan untuk mendapatkan kemudahan dari pemerintah. Di antaranya, berupa bantuan hukum dan perizinan.
Perkembangan sektor industri tampaknya hanya bergairah di atas kertas. Padahal, peringatan sudah didengungkan oleh banyak pihak, termasuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada Desember 2010 misalnya, situs LIPI sudah dengan tegas menyampaikan analisis bertajuk “Indonesia Menuju Deindustrialisasi”.
Ada tiga indikator penurunan yang disinggung LIPI sebagai sinyal deindustrialisasi: kontribusi sektor industri terhadap PDB, jumlah perusahaan di sektor industri, dan tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor industri.
Situs Kementerian Perindustrian pada 2014 juga sudah mempublikasikan berita tentang deindustrialisasi yang sedang terjadi. Beragam regulasi sudah diterbitkan sebagai jawaban. Di antaranya, Peraturan Presiden tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019 yang terbit pada 2018. Sedangkan kebijakan industri untuk periode 2020-2024 baru diluncurkan pada April 2022.
Belum lagi ada yang namanya Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035. Nyatanya, peran industri terhadap perekonomian tak kunjung membaik. Hikayat tentang proses yang sedang menurun itu, sekali lagi, hanya seperti dongeng.