JAKARTA – Kabupaten Bekasi dan Karawang, yang lokasinya berhimpitan dengan Ibu Kota Jakarta merupakan dua wilayah adminsitratif dengan rata-rata PDRB sektor pengolahan tertinggi di Indonesia. Pada 2021, masing-masing nilainya sekitar Rp263 triliun dan Rp173 triliun. Keduanya juga masuk dalam “10 Kantong Manufaktur di Indonesia”.
Sektor manufaktur di Kabupaten Bekasi dan Karawang berkembang lantaran dua kawasan ini berkembangnya industri sektor otomotif, elektronik dan kimia. Bahkan perusahaan asal Jepang sejak lama telah membangun pabrik-pabrik besar, seperti Mitsubishi, Yamaha, Suzuki, Daihatsu, hingga Sharp Electronic di Kawasan Industri Jababeka, Greenland International Industrial Center (GIIC), Kota Deltamas, Karawang International Industrial Center (KIIC) dan seterusnya.
Tapi bila melihat dari kontribusi PDRB dari sektor pengolahan dengan rentang waktu 2010-2020, Kota Bontang memimpin peringkat “Kantong Manufaktur di Indonesia”. Kontribusi sektor itu terhadap PDRB Bontang rata-rata 84,4% per tahun sepanjang periode tersebut.
Industri pengolahan di Bontang, antara lain bertumpu pada hilirisasi minyak sawit mentah (CPO) dan petrokimia. Hilirisasi mendorong terintegrasinya industri pengolahan lainnya yang terkait di satu kawasan. Bontang juga merupakan salah satu sentra produksi CPO setelah Sumatera. Bahkan di Bontang juga berdiri kawasan industri petrokimia pertama di Indonesia.
Mungkin yang perlu mendapat perhatian tidak adanya pertumbuhan yang signifikan dari sisi PDRB, baik secara total maupun dari sektor pengolahan di Kota Bontang. Dalam periode 2010-2020, PDRB sektor pengolahan hanya ada di kisaran Rp45-51 triliun. Ada kecenderungan stagnan dalam kurun waktu 12 tahun itu. Bahkan rata-rata kinerjanya menyusut sekitar 0,6% per tahun.
Sementara sembilan wilayah lainnya memiliki rata-rata pertumbuhan yang positif. Kabupaten Cilacap tercatat sebagai daerah dalam kelompok 10 besar itu dengan kinerja pertumbuhan industri pengolahan terkecil, yaitu 1,2% per tahun. Padahal di wilayah ini ada kilang minyak terbesar milik PT Pertamina (Persero) serta pabrik semen milik PT Semen Holcim Indonesia Tbk, selain industri makanan-minuman. Motor utama dari industri manufaktur tersebut rupanya tidak cukup kuat untuk memberikan kenaikan kontribusi ekonomi sektor pengolahan.
Setelah Bontang, wilayah dengan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDRB yang tertinggi selama 2010-2020 diraih oleh Kota Kediri dan Kabupaten Kudus, yaitu 81,8% dan 81,3%. Kedua kota ini merupakan sentra tembakau dan gula.
Di Kota Kediri ada pabrik pengolahan PT Gudang Garam Tbk, dan dua pabrik gula di bawah naungan PT Perkebunan Nasional X, yaitu Pabrik Gula Meritjan dan Pabrik Gula Pesantren Baru. Sementara di Kabupaten Kudus ada PT Djarum, PT Perkebunan Nusantara dan Pabrik Gula Rendeng.
Di Cilegon, iIndustri manufakturnya terutama ditopang oleh PT Krakatau Steel (Persero) Tbk serta beragam industri petrokimia. Kota Cilegon dengan konsentrasi industri kimia tertinggi di Indonesia ini juga merupakan salah satu kota tujuan penanaman modal asing.
Sementara kawasan industri Bukit Indah City di Kabupaten Purwakarta menjadi pabrik bagi nama-nama terkenal seperti Hino, Nissan dan Indofood. Kabupaten Purwakarta memiliki lebih banyak industri yang beragam, dari perekat, plastik sampai makanan. Adapun Batam memiliki nilai ekonomi tinggi bagi perusahaan yang membangun pabriknya di sana, karena merupakan zona bebas pajak (free trade zone). Kontribusi sektor mnufaktur di wilayah ini terus tumbuh positif, walaupun dengan nilai masih di bawah Bekasi, Karawang, maupun Kediri.
-Pasuruan dan Batam Masih Terbebani Impor-
Sejatinya, industri manufaktur berperan penting dalam upaya menggenjot nilai investasi dan ekspor sehingga menjadi sektor andalan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Nyatanya tak semua berjalan seperti hitungan di atas kertas, seperti dilihat dari PDRB berdasarkan pengeluaran.
Di wilayah “10 Kantong Manufaktur” misalnya, dua wilayah masih sangat bergantung pada komoditas impor, yaitu Kabupaten Pasuruan dan Kota Batam. Indikasinya, kontribusi ekspor bersih terhadap PDRB di dua wilayah ini merupakan yang terkecil dari 10 kabupaten/kota tersebut. Masing-masing hanya 5,7% dan 10,8% pada 2021.
Ekspor bersih ini merupakan total ekspor, baik ke daerah lain maupun luar negeri dikurangi impor untuk kebutuhan bahan baku produksi maupun sektor lainnya, seperti konsumsi rumah tangga. Pada intinya, untuk memenuhi kebutuhannya, wilayah tersebut masih harus mendatangkan barang dari luar wilayah.
Ekspor bersih paling tinggi ada di kota Bontang. Selanjutnya adalah Kota Kediri dan Kabupaten Kudus. Di tiga wilayah ini, berdasarkan PDRB pengeluaran, perekonomiannya ditopang oleh ekspor bersih dengan porsi masing-masing 73,3%, 64,0%, dan 58,8%.
Sedangkan di tujuh wilayah lain, porsi ekspor bersih ada di kisaran 5,7-43,2%. Secara umum konsumsi rumah tangga dan investasi atau pembentukan modal tetap domestik bruto memberikan kontribusi besar.