JAKARTA – Menggebah energi tak ramah lingkungan, dari energi fosil menuju energi baru dan terbarukan semakin nyaring disuarakan. Tak hanya dari pemerintah, dunia usaha pun mulai ada yang menutup pintu dengan pengembangan energi berlimbah yang merusak tatanan lingkungan hidup.
Indonesia sebagai Presidensi G20, ungkap Presiden Joko Widodo, ikut andil dalam menjembatani dan mendorong proses transisi energi. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga terhadap negara-negara anggota G20.
Pada kesempatan menyampaikan pidato kunci saat “G20 High Level Policy Webinar on Just Energy Transition”, Presiden menegaskan pentingnya kolaborasi antarnegara tersebut. Tujuannya, untuk mempermudah akses layanan energi yang terjangkau, menciptakan inovasi teknologi dan terobosan pendanaan, merumuskan strategi yang konsisten dan berkelanjutan.
“Kita harus mendorong energi bersih untuk semua, terutama energi untuk elektrifikasi dan clean cooking, leaving no one behind,” ungkapnya.
Sudah sepatutnya Presiden menggebah penggunaan energi yang tak ramah lingkungan, seperti energi fosil semacam bahan bakar minyak. Dunia sudah bergerak ke arah energi hijau atau ramah lingkungan.
Apalagi posisi Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain dalam realisasi komitmen dalam transisi energi. Sekadar contoh, dapat dilihat pada peringkat “Renewable Energy Country Attractiveness Index (RECAI)” yang dikeluarkan Ernst & Young pada Oktober 2021.
Pemeringkatan negara yang sungguh-sungguh di bidang energi ramah lingkungan tersebut, dikeluarkan oleh E&Y setiap dua tahun sekali. Dalam daftar tersebut, Indonesia ada di urutan 39 negara paling atraktif di bidang energi terbarukan.
Skor ditentukan dengan mengukur investasi dan penerapan energi terbarukan di sebuah negara. Dengan skor 51,1, posisi Indonesia hanya satu tingkat di atas Kenya, negara yang ada di urutan buncit.
Indikator tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia masih dalam tahap kampanye. Bahkan terakhir, promosi atau ajakan juga disampaikan dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-AS yang dilaksanakan pada 12- 13 Mei 2022.
Tidak hanya pemerintah, sektor usaha seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menjadi penanggung jawab B20 pun secara gencar mempromosikan investasi energi hijau dalam setiap kesempatan. Business of Twenty (B20) merupakan forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global, yang agendanya akan digelar di Bali pada November 2022.
Tak hanya ajakan, Kadin menawarkan solusi investasi pada calon investor untuk menanamkan modalnya dalam proyek transisi energi di Indonesia. Modal tersebut dapat disalurkan melalui inisiasi carbon market hub maupun blended finance untuk infrastruktur energi baru terbarukan.
Semangat transisi menuju energi bersih dan hijau memang tidak hanya disuarakan oleh pemerintah. Keterlibatan sektor swasta pun tak kalah penting dalam mencapai target net zero emission dan energi bersih untuk keberlangsungan ekonomi Indonesia ke depannya.
Untuk itu, konsistensi pemerintah dalam meretas jalan transisi energi sangat penting. Soalnya, jika melihat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030, pemanfaatan batu bara dalam pembangkit listrik masih dominan.
Dominasi batu bara tersebut bisa kontraproduktif: di hilir menggebah energi berlimbah, di hulu justru mengelus.