JAKARTA – Presiden Joko Widodo mendorong para gubernur ambil bagian dalam menjaga dan meningkatkan konsumsi rumah tangga. Tampaknya Presiden cemas, mengingat pada tahun lalu, ada sekitar Rp690 triliun dana masyarakat yang tidak dibelanjakan.
Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen pada Januari 2023 yang mencapai 123,0 lebih tinggi dari empat bulan sebelumnya. Menguatnya keyakinan konsumen itu didukung oleh peningkatan Indeks Ekonomi saat ini, terutama berkenaan dengan ekspektasi penghasilan. Masyarakat meyakini bahwa pendapatannya akan membaik.
Dari sisi wilayah, kemampuan konsumsi setiap warga DKI Jakarta per Maret 2022, rata-rata sekitar Rp2,5 juta per bulan. Pengeluaran tersebut hampir tiga kali lipat dibandingkan warga di Nusa Tenggara Timur. Bahkan lebih dari dua kali lipat dibanding rata-rata kemampuan masyarakat di Jawa Tengah. Bersamaan dengan Nusa Tenggara Timur, ada sekitar 19 provinsi yang kemampuan konsumsi rata-rata penduduknya di bawah nasional (Rp1,3 juta/bulan).
Dari lima wilayah dengan pengeluaran penduduk berbesar, DKI Jakarta masih ada di urutan teratas. Kemudian diikuti oleh Kepulauan Riau, yang
konsumsi warganya sekitar Rp1,8 juta per bulan. Selanjutnya Kalimantan Timur, Bangka Belitung dan Banten.
Dalam kelompok wilayah dengan konsumsi masyarakat terendah, Nusa Tenggara Timur tetap konsisten ada di posisi buncit alias paling rendah konsumsi warganya. Di atasnya ada Sulawesi Barat dan Lampung. Selanjutnya, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Jawa Barat dan DI Yogyakarta termasuk dalam lima wilayah yang rata-rata porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDRB tertinggi di Indonesia. Sebesar 65,2% ekonomi Jawa Barat ditopang oleh konsumsi, sementara Yogyakarta 65,1%. Karena itu penting bagi dua provinsi ini ramah dengan turis lokal maupun asing yang ikut mendorong konsumsi di daerah tersebut. Dua wilayah lainnya adalah Maluku dan Sumatera Selatan
Dari 34 provinsi di Tanah Air, ada 13 wilayah dengan porsi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian di bawah 50% atau di bawah rata-rata nasional. Dengan begitu, komponen investasi, belanja pemerintah, ekspor bersih bisa jadi lebih dominan. Sebagai isyarat awal, wilayah- wilayah ini mungkin bukan sasaran empuk untuk pergelaran kegiatan seni maupun olahraga yang sifatnya berbayar.