JAKARTA — Meski tak bergema sekeras harga cabai dan bawang, diam-diam harga telur ayam terus merayap naik. Dalam setahun terakhir, harga telur menanjak 26,5% dari Rp23.800 per kilogram pada September 2021, menjadi Rp30.100/kg (Agustus 2022). Kenaikan ini jauh melampaui inflasi tahunan untuk kelompok makanan yang pada periode yang sama hanya 8,25%.
Selama ini, harga telur ayam memang naik turun. Sudah lazim. Satu periode merangkak naik, kemudian berbalik turun. Siklus lumrah yang mengikuti pergerakan tingkat permintaan dan penawaran.
Tahun lalu ketika pemerintah mengetatkan pembatasan sosial, misalnya, permintaan telur merosot. Harga anjlok hingga Rp14.000/kg, jauh lebih murah dari ongkos produksinya. Akibatnya, para peternak menjerit. Sebagian menutup usaha ternak, sebagian yang lain mengurangi jumlah ternak sehingga produksi menurun.
Begitu pembatasan dilonggarkan, warung-warung makan kembali dibuka dan permintaan meningkat, produksi telur tak dapat tumbuh secepat kenaikan permintaan. Akibatnya, harga telur berbalik merambat naik.
Kerap kali kenaikan harga juga didorong oleh lonjakan ongkos produksi. Usaha ternak ayam, termasuk ayam petelur (biasa disebut layer), sangat sensitif terhadap kenaikan harga pakan, yang sebagian harus diimpor.
Dua tahun terakhir, harga pakan ternak naik 27%, dari Rp5.500/kg jadi Rp7.000/kg. Menurut Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional Musbar Mesdi, kenaikan ini membuat biaya produksi telur melonjak menjadi Rp24.500–Rp26.500/kg, jauh lebih tinggi dari harga acuan telur ayam ras Rp19.000–Rp21.000/kg yang ditetapkan pemerintah.
Agaknya, harga telur ayam akan selalu naik turun, seperti halnya harga komoditas lain. Masalahnya, telur ayam merupakan sumber protein paling murah dan berkualitas. Selain protein, telur juga penuh vitamin dan mineral penting.
Di beberapa negara miskin di Afrika, telur menjadi salah satu andalan program perbaikan gizi. Peningkatan konsumsi telur dapat meningkatkan asupan nutrisi bagi orang dewasa maupun anak-anak, di negara berkembang maupun negara maju.
Harga telur yang tak terjangkau, akan menjadi pukulan yang serius, baik bagi ketahanan pangan maupun kesehatan masyarakat.