Dunia Kerja Indonesia: Lulusan SMK Paling Sulit Dapat Kerja?

JAKARTA – Diskusi tentang pasar kerja di Indonesia sering kali diwarnai asumsi dan kepercayaan umum, mulai dari jenjang pendidikan yang paling menjanjikan hingga sektor industri yang dianggap paling modern. Namun, apakah asumsi-asumsi tersebut sejalan dengan kenyataan? Data resmi terbaru dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Agustus 2025 mengungkap beberapa tren yang mengejutkan dan bahkan berlawanan dengan intuisi. Temuan ini menantang banyak keyakinan yang selama ini kita pegang. Berikut kami sajikan empat fakta paling berdampak dari data ketenagakerjaan terbaru yang perlu Anda ketahui.

Tren Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia Agustus 2023-Agustus 2025. (Sumber: BPS)

 

Paradoks Lulusan SMK: Paling Siap Kerja, Tapi Paling Banyak Menganggur

Secara umum, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dianggap sebagai tenaga kerja yang paling siap pakai karena dibekali keterampilan praktis yang spesifik untuk industri. Logikanya, mereka seharusnya lebih mudah terserap oleh pasar kerja. Namun, data BPS menunjukkan sebuah realita yang paradoksal. Lulusan SMK justru mencatatkan tingkat pengangguran tertinggi dibandingkan dengan semua jenjang pendidikan lainnya.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk lulusan SMK pada Agustus 2025 mencapai 8,63 persen, angka tertinggi dibandingkan semua jenjang pendidikan lainnya.

Dari Agustus 2023 hingga Agustus 2025, lulusan SMK konsisten memiliki TPT tertinggi meskipun menunjukkan fluktuasi. TPT SMK sempat turun ke 8,00% pada Februari 2025, tetapi naik kembali menjadi 8,63% di Agustus 2025. Pola ini mengindikasikan bahwa masalah penyerapan tenaga kerja SMK bukan sekadar kejadian sesaat, melainkan tantangan struktural yang persisten. (Sumber: BPS)

Fakta ini menjadi sebuah paradoks penting yang perlu dicermati. Angka ini menimbulkan pertanyaan krusial mengenai kemungkinan adanya ketidaksesuaian (mismatch) antara keterampilan yang diajarkan di sekolah kejuruan dengan kebutuhan nyata yang dicari oleh industri saat ini, menandakan urgensi sinkronisasi kurikulum kejuruan dengan dinamika industri 4.0 yang berubah cepat.

 

Gaji Perempuan Lebih Tinggi? Di Sektor-Sektor Ini, Jawabannya “Ya”

Kesenjangan upah berdasarkan gender adalah isu yang nyata di Indonesia. Data Agustus 2025 menunjukkan bahwa rata-rata upah bulanan buruh laki-laki (3,59 juta rupiah) masih lebih tinggi daripada buruh perempuan (2,86 juta rupiah). Namun, di balik angka rata-rata nasional ini, terdapat temuan yang sangat menarik. Di enam sektor usaha spesifik, rata-rata upah pekerja perempuan justru lebih tinggi daripada rekan kerja laki-lakinya.

Perbandingan Upah Buruh Laki-laki dan Perempuan Menurut Lapangan Usaha Agustus 2025 (juta rupiah). (Sumber: BPS)

Berikut adalah enam sektor tersebut beserta perbandingan upahnya:

  • Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin: (Perempuan: 5,86 juta rupiah vs. Laki-laki: 4,98 juta rupiah)
  • Informasi dan Komunikasi: (Perempuan: 5,35 juta rupiah vs. Laki-laki: 5,25 juta rupiah)
  • Real Estat: (Perempuan: 4,67 juta rupiah vs. Laki-laki: 4,32 juta rupiah)
  • Aktivitas Profesional dan Perusahaan: (Perempuan: 4,46 juta rupiah vs. Laki-laki: 4,20 juta rupiah)
  • Pengangkutan dan Pergudangan: (Perempuan: 4,14 juta rupiah vs. Laki-laki: 4,09 juta rupiah)
  • Konstruksi: (Perempuan: 3,25 juta rupiah vs. Laki-laki: 3,23 juta rupiah)

Data ini dapat mengindikasikan bahwa partisipasi dan peran perempuan di sektor-sektor yang menuntut keahlian tinggi atau berada di ranah ekonomi modern semakin dihargai secara kompetitif.

 

Di Era Digital, Sektor Pertanian Justru Jadi Penopang Utama

Di tengah narasi dominan mengenai kemajuan teknologi, industri, dan jasa sebagai motor penggerak ekonomi modern, banyak yang mungkin lupa akan peran fundamental sektor agraris. Data BPS Agustus 2025 menegaskan kembali bahwa sektor pertanian masih menjadi tulang punggung utama penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor “Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan” adalah penyerap tenaga kerja terbesar, mencakup 28,15 persen dari seluruh penduduk yang bekerja.

Distribusi Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Agustus 2025. (Sumber: BPS)

Tidak hanya itu, sektor ini juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Selama setahun terakhir, Pertanian menjadi lapangan usaha dengan penambahan jumlah pekerja terbanyak, yaitu 0,49 juta orang (490.000 orang). Ini membuktikan bahwa di tengah arus modernisasi, sektor agraris tetap menjadi penopang vital bagi stabilitas ketenagakerjaan nasional.

 

Indonesia Masih Didominasi Pekerja Informal

Sektor kerja di Indonesia terbagi menjadi dua: formal dan informal. Secara sederhana, pekerja formal adalah mereka yang memiliki status sebagai karyawan/pegawai atau pengusaha dengan buruh tetap, yang umumnya mendapatkan kepastian kerja dan jaminan sosial. Di sisi lain, pekerja informal mencakup wirausahawan mandiri, pekerja lepas (freelancer), serta pekerja keluarga yang tidak dibayar. Data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi informal masih menjadi realitas dominan bagi mayoritas pekerja di Indonesia.

Tren Komposisi Penduduk Bekerja Formal vs Informal Agustus 2023-2025. (Sumber: BPS)

Pada Agustus 2025, sebanyak 57,80 persen dari total penduduk bekerja, atau setara dengan 84,70 juta orang, berada di sektor informal. Meskipun porsi pekerja formal sedikit meningkat sebesar 0,15 persen poin dari tahun sebelumnya, fakta bahwa lebih dari separuh tenaga kerja nasional berada di luar jaring pengaman pekerjaan formal menyoroti tantangan besar terkait isu jaminan sosial, keamanan kerja, dan stabilitas pendapatan.

 

Angka Berbicara, Apa Langkah Kita Selanjutnya?

Data ketenagakerjaan Agustus 2025 menyajikan gambaran yang kompleks dan penuh kejutan. Mulai dari paradoks lulusan SMK yang paling banyak menganggur, kekuatan tak terduga sektor pertanian, hingga nuansa menarik dalam kesenjangan upah gender. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari dinamika pasar kerja yang sedang berlangsung.

Melihat data ini, tren mana yang paling menentukan masa depan pasar kerja Indonesia, dan bagaimana kita bisa mempersiapkan diri untuk tantangan dan peluang di baliknya?

Mengungkap Peta Raksasa Pertambangan Indonesia

Artikel sebelumnya

Potret Pendidikan 2025: 4 dari 10 Pelajar Harus Bekerja

Artikel selanjutnya

Baca Juga